TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Presiden asal Papua, Lennis Kogoya, mengatakan kebijakan satu harga di Papua masih mengalami kendala. Dia menyarankan Pemerintah Daerah membuat Badan Usaha Milik Daerah untuk mendukung kebijakan satu harga.
"Arahkan pemerintah Papua punya kewajiban membuka BUMD," kata Lennis di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jalan Veteran III, Jakarta Pusat, Jumat, 13 Oktober 2017.
Baca: Semen Satu Harga di Wamena, Sebulan Sedot Rp 10 Miliar
Dia mengatakan pemerintah pusat memang sudah melakukan subsidi pada barang-barang kebutuhan pokok, seperti gula dan beras. Namun, sesampainya di Papua, barang tersebut langsung berpindah ke tangan swasta. Ini membuat harga jual di masyarakat kembali naik. "Subsidi tidak berjalan, ini persoalan sekarang," kata Lennis. Dengan membentuk BUMD, Lennis berharap barang kebutuhan pokok didistribusikan oleh BUMD dengan harga jual yang sama di tiap kabupaten.
Selain membentuk BUMD, Lennis meminta kebijakan satu harga didukung oleh infrastruktur yang memadai, baik pelabuhan maupun bandara. Saat ini, kondisi terminal dan bandara yang kurang layak menjadi penyebab belum maksimalnya kebijakan satu harga.
Baca: Jokowi Minta Proyek Infrastruktur Papua-Papua Barat Dipercepat
Dia mencontohkan adanya kendala penerbangan dari Jayapura-Wamena dan Timika-Wamena membuat gudang Bulog di Papua kosong. Begitu juga dengan kondisi pelabuhan di Nabire yang sangat tidak layak sehingga menyebabkan kapal harus mengantre lama. "Pelabuhan Nabire sangat tidak layak," kata Lennis.
Bupati Nabire Isaias Douw mengatakan Nabire adalah pintu keluar-masuk 9 kabupaten. Kendala di Pelabuhan Nabire ini membuat kebijakan satu harga menjadi tidak efektif. "Harga naik karena pelabuhan tidak layak," kata dia.
Dia mencontohkan kapal dari Surabaya dengan harga pengiriman satu kontainer Rp 50 juta, saat sesampainya di Nabire harus menunggu 1 -2 pekan untuk bongkar muatan karena pelabuhan yang tidak layak.
Isaias mengaku pihaknya telah melakukan nota kesepahaman pada 2013 dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut untuk membangun Pelabuhan Nabire, namun hingga kini pelabuhan tersebut tidak diperbaiki. Dia ingin perbaikan Pelabuhan Nabire segera dilakukan karena pelabuhan tersebut masuk dalam program nasional.
Begitu juga dengan lapangan terbang Nabire di Papua yang pembangunannya direncanakan sejak 2011 namun hingga kini belum ada kemajuan karena persoalan administrasi. Isaias meminta persoalan administrasi diselesaikan di Kementerian Perhubungan, bukan di daerah. "Jadi kami mohon Kemenhub tolong terjemahkan dengan baik masalah infrastruktur darat, udara, laut, karena Nabire ini menjangkau sembilan kabupaten," kata Isaias.