TEMPO.CO, Jakarta - Dua mantan pejabat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Sugito dan Jarot Budi Prabowo hari ini, Rabu, 11 Oktober 2017, akan menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat. Keduanya merupakan terdakwa dalam kasus suap terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Komisi Pemberantasan Korupsi pada 27 Mei 2017 telah menetapkan empat orang menjadi tersangka kasus ini. Selain Sugito dan Jarot, dua orang auditor BPK yaitu Rochmadi Saptogiri dan Ali Sadli, juga ditetapkan sebagai tersangka.
Baca: Kisah Kode Buku di Obrolan Pejabat Kemendes dalam Kasus Suap BPK
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyebut Sugito dan Jarot telah menyuap dua auditor BPK, Rochmadi dan Ali. Suap sebesar Rp 240 juta diberikan laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016 mendapa opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.
Sugito dan Jarot kemudian menjalani sidang perdana agenda pembacaan dakwaan pada Rabu, 16 Agustus 2017. "Terdakwa telah memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa Ali Fikri saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta saat itu.
Atas perbuatannya, Sugito dan Jarot didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Melalui kuasa hukum, keduanya menyatakan menerima apa yang didakwakan jaksa. "Kami tidak akan mengajukan eksepsi Yang Mulia," ujar kuasa hukum keduanya, Soesilo Ari Wibowo.
Baca juga: Auditor BPK dan Filosofi Audit Firaun di Kantor Kementerian Desa
Dua tersangka lainnya, Rochmadi dan Ali, saat ini masih dalam pemeriksaan KPK. Keduanya pernah dihadirkan di Pengadilan Tipikor guna memberikan keterangan sebagai saksi untuk terdakwa Sugito dan Jarto.
Di tengah proses penanganan perkara suap BPK, Rochmadi dan Ali kembali ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang oleh KPK. “Indikasi pencucian uang ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya,” kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 6 September 2017.