TEMPO.CO, Yogyakarta - Enam orang pendaftar calon pegawai negeri sipil (CPNS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengadukan adanya kejanggalan regulasi tes ke Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY, Jumat, 6 Oktober 2017. Mereka menilai kejanggalan itu merugikan peserta tes CPNS.
“Tes CPNS ini memang transparan, tapi ternyata tak adil,” ujar Eko Prasetyo, seorang pengadu saat ditemui Tempo di kantor Ombudsman Perwakilan DIY.
Baca: Lulus Seleksi Berkas CPNS Kemenkeu 2017, Ini Tahapan Selanjutnya
Bersama lima rekannya yang lain, Eko mengadukan persoalan itu karena kebijakan itu dirasakan tidak adil bagi peserta yang sudah lolos tes tertulis atau Computer Asisted Test (CAT). “Secara penilaian kami dinyatakan lolos dan memenuhi syarat karena nilai kami di atas passing grade yang ditetapkan, tapi ternyata tersingkir ke tahap berikutnya,” ujarnya.
Enam orang itu sebelumnya mendaftar untuk formasi pegawai sipir di lingkungan kantor wilayah Kemenkumham DIY setelah membaca hasil tes menyebutkan mereka lolos. Sesuai Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan) Nomor 20 dan 28 Tahun 2017, pendaftar yang lolos passing grade bisa mengikuti tahapan selanjutnya berupa tes kesamaptaan.
Namun formasi sipir yang dibutuhkan di DIY hanya 160 orang. Meski lolos dengan passing grade di atas rata-rata, ia dan rekannya dinyatakan tak masuk kuota tiga kali lipat dari kuota yang dibutuhkan untuk tes selanjutnya.
Baca juga: 12.578 Pelamar CPNS Bekraf Lolos Tes I, PANRB: Hati-Hati Penipuan
Sesuai ketentuan Permenpan nomor 20 dan 28 Tahun 2017, para CPNS yang passing grade-nya telah memenuhi ketentuan tapi tak masuk kuota tes selanjutnya di wilayah bersangkutan, masih bisa melanjutkan tes lanjutan di wilayah Kanwil Kemenkumham daerah lain yang kuotanya masih ada.
Setelah pengumuman passing grade CAT pada 27 September 2017 lalu, tiba-tiba muncul regulasi baru yang menganulir Permenpan 20 dan 28, serta Permenpan 22 tentang ambang batas, yakni Permenpan Nomor 24/2017 yang ditandatangani 3 Oktober 2017. Aturan baru ini menyebut bagi pendaftar yang lolos passing grade tapi tak masuk kuota tiga kali lipat akan dinilai berdasar pemeringkatan di wilayah setempat.
“Dengan aturan baru itu kami tidak bisa pindah wilayah pendaftaran, ini aneh kok kebijakan baru keluar saat proses pengumuman,” ujarnya. Kebijakan itu membuat mereka yang passing grade memenuhi syarat otomatis langsung gugur sebagai CPNS.
"Kalau ada aturan baru, kenapa tak dikeluarkan sebelum tes, sejak awal, atau saat gelombang baru nanti,” ujarnya.
Rekan Eko yang ikut mengadu ke ORI, Yanuar Ramadhan menambahkan, dia telah mencoba klarifikasi ke Kanwil Kemenkumham DIY, berkirim surat dan email ke posko pengaduan Kemenkumham RI. Namun, ia belum mendapat jawaban yang memuaskan.
“Di daerah lain saya menemukan, ada pendaftar yang tidak lolos passing grade tapi karena aturan barunya berdasar pemeringkatan wilayah akhirnya bisa ikut tes lanjutan,” ujarnya.
Dengan kebijakan baru yang muncul tiba-tiba itu, Eko dan Yanuar menilai tes CPNS Kemenkumham tak lebih dari sekedar tes skala lokal, bukan nasional. Sebab seleksinya tidak membuka peluang bagi CPNS dari luar daerah untuk masuk.
Koordinator Tim Pengawasan Seleksi CPNS ORI DIY, Nugroho Andrianto mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti aduan itu. "Faktor persoalan ini karena adanya perubahan aturan tiba-tiba di tengah seleksi. Kami akan telusuri latar belakang penerbitan aturan baru, seperti apa dan kenapa keluar hampir berbarengan dengan proses pengumuman tes CAT," ujarnya.