TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo mengatakan lembaganya akan segera mengajukan diri sebagai pihak ketiga dalam penyelidikan biro investigasi Amerika Serikat, FBI, untuk menyelidiki aset-aset milik Direktur Biomorf Lone, Johannes Marliem, selaku vendor sistem identifikasi sidik jari otomatis Kartu Tanda Penduduk elektronik. Langkah itu ditempuh KPK setelah fakta terungkap dalam persidangan upaya perampasan aset Marliem di Pengadilan Mennesota, Amerika Serikat, akhir September lalu.
"Ada temuan-temuan yang arahnya ke Indonesia. Jadi kami segera mengajukan jadi third party (pihak ketiga)," kata Agus di kantor KPK, Jakarta Selatan, Jumat, 6 Oktober 2017.
Baca: Catatan FBI, Duit Rp 175 M Masuk Rekening Johannes Marliem
Agen khusus FBI, Jonathan Holden, seperti dikutip Startribute dan Wehoville, mengatakan Biomorf Lone menerima lebih dari US$ 50 juta untuk pembayaran subkontrak proyek e-KTP. Sebagian duit itu mengalir ke rekening pribadi Marliem. KPK pun menyatakan akan berkoordinasi dengan FBI untuk mengungkap kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Menurut Holden, FBI mencatat hasil penelusuran aliran uang di rekening pribadi Marliem, yang menampung duit hingga US$ 13 juta atau sekitar Rp 175 miliar, yang berasal dari rekening pemerintah Indonesia pada Juli 2011-Maret 2014. Uang tersebut kemudian ia gunakan untuk membeli sejumlah aset dan barang mewah.
Salah satu barang mewah yang dibeli Marliem adalah jam tangan seharga US$ 135 ribu atau sekitar Rp 1,8 miliar dari sebuah butik di Beverly Hills. Marliem kemudian menyerahkan jam mahal tersebut kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat, yang saat ini tengah dibidik KPK dalam kasus korupsi e-KTP.
Baca juga: Setumpuk Bukti dari FBI Terkait Aliran Rekening Johannes Marliem
Dengan menjadi pihak ketiga, kata Agus, akan membuka ruang bagi KPK untuk mendapatkan informasi terkait dengan kasus e-KTP. "Kalau nanti misalkan ada hal yang didapatkan FBI, apakah itu barang atau uang, bisa diserahkan ke Indonesia," ujarnya. Ia pun berharap temuan tersebut bisa menjadi bukti baru penanganan kasus korupsi e-KTP.
MAYA AYU P.