TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, mengatakan kubu Ketua Umum Partai Golongan Karya Setya Novanto masih kuat meski partai itu diguncang konflik internal. Hingga saat ini, belum ada suara-suara di tingkat daerah, baik yang secara sistematis digerakkan untuk meminta Setya mundur maupun yang tidak.
"Paling tidak, kalau mampu mempengaruhi lebih dari setengah DPD di level provinsi, Setya akan berhitung betul," kata Arya. Tapi, jika yang memintanya mundur masih sepertiga atau seperempat dari semua dewan pimpinan daerah (DPD) Partai Golkar, Setya mungkin tidak akan menghiraukannya.
Baca:
CSIS Pemecatan Yorrys Menambah Konflik Baru Dalam Tubuh Golkar
Setya Novanto Copot Yorrys Raweyai dari Korbid Polhukam
Sejauh ini, baru sebelas DPD yang mengadakan pertemuan dan meminta Setya berkonsentrasi pada masalah kesehatannya pada Rabu malam, 27 September 2017. Utusan sebelas DPD yang hadir saat itu berasal dari berbagai daerah, seperti dari Sumatera, Indonesia timur, dan Jawa. “Dengan tidak mengurangi rasa hormat, (kami) ketua DPD I, khususnya Jawa Tengah, mengusulkan dalam rapat sebaiknya Ketua Umum konsentrasi lebih dulu pada penyembuhan dan pemulihan kesehatannya,” kata Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Golkar Jawa Tengah Wisnu Suhardono, Kamis, 28 September 2017.
Wisnu berujar, seusai penetapan tersangka oleh KPK terhadap Ketua Umum Golkar, tingkat elektabilitas partai beringin itu merosot. “Kami minta Ketua Umum menyerahkan kepada DPD untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan aturan partai guna mengangkat kembali citra Partai Golkar,” ucapnya.
Baca juga:
Dirjen Tonny, Uang Bertebaran, dan Atap Gereja Bocor
DPR Bahas Perppu Ormas, Yusril Ihza Mahendra: Saya Pesimis
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai pun gencar mendesak Setya mundur. Akibatnya, dia dicopot dari jabatannya. Yorrys mempermasalahkan tingkat elektabilitas Golkar yang anjlok lantaran Setya menjadi tersangka korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Yorrys digantikan Letnan Jenderal (Purnawirawan) Eko Wiratmoko.
Politikus Golkar, Aziz Samual, menuturkan pergantian Yorrys merupakan hak prerogatif Setya. Yorrys, ujar Aziz, diduga telah melanggar aturan di luar batas toleransi partai. "Mungkin karena dinilai membuat intrik yang tidak menguntungkan Golkar dan dianggap biang keributan di dalam internal," katanya saat dihubungi Tempo, Selasa, 3 Oktober 2017.