TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan tengah merevisi Peraturan Presiden tentang Badan Siber dan Sandi Negara. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan perlu ada revisi agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
"Kami koordinasikan. Kalau tidak ada badan ini, akan overlapping," katanya di Jakarta, Selasa, 3 Oktober 2017. Ia menjelaskan, kegiatan siber sudah berjalan lama di Indonesia dan dilakukan banyak lembaga. Meski demikian, lembaga-lembaga itu mempunyai tugas dan fungsi berbeda.
Baca: Begini Sosok Badan Siber dan Sandi Negara
Kehadiran Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), kata Wiranto, adalah untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan siber yang sudah berjalan agar mempunyai posisi yang kuat sehingga perlu payung hukum yang jelas. "Kalau dilepaskan masing-masing, akan terjadi hal yang tidak menguntungkan," ujarnya.
Ihwal sosok yang bakal duduk sebagai Kepala BSSN, Wiranto menyatakan hal itu belum akan dibahas. Sebab, penentuan kepala bergantung pada isi perpres nanti. Namun secara umum Kepala BSSN mesti diisi orang yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi sesuai dengan bidangnya. "Tunggu saja prosesnya," ucapnya.
Baca: Kominfo Ambil Peran Konsolidator di Badan Siber dan Sandi Negara
Presiden Joko Widodo sudah meneken Perpres Nomor 53 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara pada 19 Mei lalu. Di perpres itu disebutkan BSSN merupakan lembaga pemerintah non-kementerian. Badan itu berada di bawah tanggung jawab Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian penyelenggaraan pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan.