TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo secara terang-terangan meminta kepada para pembantunya agar tidak membuat kegaduhan. Hal itu disampaikan Jokowi saat membuka sidang kabinet paripurna, di Istana Negara, Jakarta, Senin, 2 Oktober 2017.
Kepala negara mengatakan tahun depan merupakan momen politik karena ada sejumlah agenda pemilihan kepala daerah dan tahapan pemilihan calon presiden dan wakil presiden. Karena itu Jokowi memerintahkan kementerian dan lembaga agar tidak melakukan kegaduhan. “Jangan melakukan hal-hal yang menimbulkan kontroversi. Kita bekerja saja sudah,” ujarnya.
Baca : Jokowi Mengaku Sudah 3 Kali Nonton Film G-30-S/PKI
Di tengah peristiwa politik yang ramai, menurut Jokowi, penting bagi pemerintah menjaga ketenangan di masyarakat. Jokowi meminta agar para pemimpin menjaga tutur kata dan tidak membuat publik khawatir serta bingung. “Semua permasalahan antarlembaga selesaikan secara kondusif,” katanya.
Semua menteri dan kepala lembaga hadir dalam sidang kabinet paripurna. Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian pun ikut dalam sidang tersebut.
Baca : Istana: Pertemuan Jenderal Gatot dan Jokowi Tidak Bahas Senjata
Selain mengingatkan soal tahun politik di 2018, Presiden Jokowi meminta agar penggunaan anggaran pendapatan belanja negara tahun depan dialokasikan untuk menekan angka kemiskinan. “Sekali lagi sebagai kepala pemerintahan, kepala negara, panglima tertinggi angkatan darat, laut, dan udara, saya perintahkan fokus pada tugas masing-masing,” ucapnya.
Ia menyebut bila persoalan di tingkat menteri atau lembaga tidak tuntas maka harus dibawa ke level menteri koordinator. Namun bila belum tuntas juga bisa dibahas ke Wakil Presiden Jusuf Kalla. “Masih belum selesai, bisa ke saya,” tuturnya.
Sepanjang September, ada berbagai peristiwa politik yang ramai muncul ke permukaan. Salah satunya ialah kontroversi pemutaran kembali film Pengkhianatan G-30-S/PKI dan isu adanya impor 5.000 senjata ilegal. Dua institusi keamanan, yaitu TNI dan Kepolisian Republik Indonesia menjadi sorotan publik saat isu impor 5.000 senjata ramai dibahas di media sosial.