TEMPO.CO, Padang - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menyarankan masyarakat meminta rekaman percakapan antara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dan berbagai pihak dalam korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) dibuka kepada publik. Menurut dia, masyarakat memungkinkan meminta rekaman itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi karena dilindungi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
"Berdasarkan Undang-Undang KIP, publik bisa meminta KPK memperdengarkan rekaman itu," ujarnya di Padang, Senin, 2 Oktober 2017. Jika rekaman itu diperdengarkan kepada publik, masyarakat bisa mengetahui isi rekaman yang dijadikan alat bukti KPK dalam sidang praperadilan Setya. Publik juga bisa menilai kelayakan dokumen itu sebagai alat bukti.
Baca:
Pusako Unand Minta KPK Buka Rekaman Percakapan Setya Novanto
MA: Putusan Praperadilan Setya Novanto Tak ...
KPK menetapkan Setya sebagai tersangka korupsi e-KTP, dengan kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun, pada 17 Juli 2017. Ketua Umum Partai Golkar itu kemudian melayangkan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim Cepi Iskandar memenangkan Ketua Umum Partai Golkar itu.
Hakim beralasan penetapan tersangka kepada Setya tidak sah. Salah satu alasannya barang bukti yang diajukan berasal dari perkara orang lain. Hakim menyatakan rekaman itu bukan bukti pengadilan. “Lantaran dokumen itu ditolak sebagai bukti pengadilan, maka harus dianggap dokumen publik yang boleh diakses,” ujar Feri.
Baca juga:
Doli Kurnia: Publik Geram Setya Novanto ...
Setya Novanto Keluhkan Keseimbangannya dan ...
Dengan diperdengarkan kepada publik, kata Feri, masyarakat bisa mengetahui isi rekaman yang menjadi alat bukti KPK dalam sidang praperadilan Setya. Publik juga bisa menilai kelayakan dokumen itu sebagai alat bukti.
Putusan hakim Cepi menimbulkan pendapat pro dan kontra di masyarakat. Kelompok pegiat antikorupsi menilai kemenangan itu janggal. Indonesia Corruption Watch merilis enam kejanggalan yang dilakukan hakim Cepi, di antaranya hakim menolak memutar rekaman bukti keterlibatan Setya, menolak permohonan eksepsi KPK, menunda mendengarkan keterangan ahli dari KPK, dan menerima bukti yang diajukan kuasa hukum Setya berupa laporan kinerja KPK, yang diduga diperoleh secara tidak wajar dari Panitia Khusus Hak Angket KPK.
ANDRI EL FARUQI