Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengatakan KPK hanya mementingkan pemberitaan semata jika kembali menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP . Jika itu dilakukan, kata Fahri, KPK sudah tidak lagi mengembangkannya dalam ranah hukum.
Menurut Fahri dalam perkara e-KTP, KPK mengembangkan kasus fiktif yang "dinyanyikan" oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang tidak bisa dibuktikan secara hukum. "Jadi sebenarnya KPK bersaing dengan media massa menjadi kantor berita tapi dia bukan penegak hukum jadinya," kata Fahri setelah menghadiri upacara Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, Ahad, 1 Oktober 2017.
Baca: ICW: Ada 6 Kejanggalan Sidang Praperadilan Setya Novanto
Menurut dia, kemenangan Setya Novanto dalam sidang praperadilan menunjukkan bahwa KPK memainkan perkara fiktif. Dalam sidang tersebut, penetapan tersangka kepada Setya oleh KPK dinilai tidak sah, salah satunya karena barang bukti yang diajukan berasal dari perkara lain. "Akhirnya apa? Dia (KPK) lari ke OTT (operasi tangkap tangan) karena tidak perlu adanya pembuktian yang rumit kan," ucap Fahri.
Dalam perkara korupsi e-KTP, Setya Novanto diduga terlibat aktif mengatur proyek yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun. Ia diduga menerima aliran duit dari korupsi itu sebesar Rp 574 miliar.
Namun, kata Fahri, dalam vonis pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto, sejumlah anggota dewan termasuk Setya Novanto yang sebelumnya disebut menerima duit korupsi itu hilang dalam putusannya. "Sekarang Setya Novanto dibebaskan, artinya memang semua yang dikembangkan oleh KPK itu adalah fiksi berdasarkan nyanyian Nazaruddin yang tak bisa dibuktikan secara hukum," ujarnya.
Simak: Presiden PKS Kaget Setya Novanto Menang Praperadilan
Ia berujar jika KPK mengurusi perkara fiktif, justru merugikan dunia hukum di Indonesia. Sebab KPK telah merusak semua reputasi lembaga-lembaga yang ada di negara ini. Politikus yang dipecat dari Partai Keadilan Sejahtera ini mencontohkan KPK telah memeriksa hampir semua pejabat di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono jilid I dan II.
"Bagaimana mengatakan reputasi bangsa kita baik sementara dalam satu kabinet Pak JK (Jusuf Kalla-wakil presiden 2004-2009) tiga kali dan Pak Boediono (wakil presiden 2009-2014) dua kali dipanggil. Ini kan semua news development, news making," ujarnya.
Lihat: Doli Kurnia: Publik Geram Setya Novanto Menang Praperadilan
Sebelumnya KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP dengan kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun pada 17 Juli 2017. Ketua Umum Partai Golkar itu kemudian melayangkan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dimenangkan oleh hakim tunggal Cepi Iskandar.
Anggota Biro Hukum KPK, Evi Laila Kholis mengatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan skenario alternatif atas putusan hakim. Salah satunya adalah dengan kembali mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Setya Novanto.
Baca juga : Skor KPK vs Setya Novanto 0:1, Tapi Pertandingan Belum Usai