TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar Kepolisian RI mengakui telah mengimpor ratusan senjata berat untuk Korps Brimob Polri. Ratusan senjata itu tiba pada Jumat lalu dan kini berada di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
"Senjata tersebut betul milik Polri. Itu barang yang sah," kata Inspektur Jenderal Setyo Wasista, Kepala Divisi Humas Mabes Polri, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu malam, 30 September 2017.
Baca: Tersebar Rekaman Panglima TNI Soal Pembelian 5.000 Senjata
Setyo juga menegaskan pengadaan senjata itu sudah melalui prosedur yang sah. Ia merinci prosesnya mulai perencanaan spesifikasi, proses lelang, review staf Inspektur Pengawasan Umum serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, sampai ke pengadaan dan pembelian oleh pihak ketiga, hingga proses masuk ke pabean Soekarno-Hatta.
Meski begitu, perizinannya masih diurus kepada Badan Intelijen Strategis (Bais) Tentara Nasional Indonesia. Namun Setyo memastikan Polri sudah mengkonfirmasi impor senjata tersebut kepada Bais TNI. "Semua sudah sesuai dengan prosedur," ujarnya.
Setyo mengatakan prosedur yang dilakukan memang demikian karena barang harus masuk lebih dulu ke Indonesia, kemudian dikarantina dan dicek Bais TNI, lalu dikeluarkan rekomendasinya.
"Jika nanti dalam pengecekan tidak sesuai, (senjata itu) dapat diekspor kembali," ucapnya. Menurut Setyo, pelaksanaannya selama ini tak pernah seperti itu karena impor senjata ini bukan pertama kali.
Baca: Panglima TNI: Informasi Senjata Ilegal Hanya untuk Presiden
Senada dengan Setyo, Kepala Korps Brimob Polri Irjen Murad Ismail mengatakan pemesanan senjata tersebut sudah sesuai dengan prosedur. "Apa yang kami impor telah sesuai dengan manifes. Saya yang tanda tangani dan ditujukan kepada Bais TNI," tuturnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, impor senjata api itu diperuntukkan untuk Korps Brimob Polri. Impor senjata dan amunisi dilakukan PT Mustika Duta Mas. Kargo senjata itu tiba dengan pesawat Maskapai Ukraine Air Alliance dengan nomor penerbangan UKL 4024, Jumat 29 September 2017, pukul 23.30.
Kargo itu berisi senjata berat berupa 280 pucuk senjata Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) kaliber 40 x 46 milimeter. Senjata itu dikemas dalam 28 kotak (10 pucuk per kotak) dengan berat total 2.212 kilogram.
Kedua, amunisi berupa Ammunition Castior 40 mm, RLV-HEFJ kaliber 40 x 46 mm, high explosive fragmentation jump grenade. Amunisi tersebut dikemas 70 boks (84 butir per boks) dan 1 boks (52 butir). Totalnya mencapai 5.932 butir (71 boks) dengan berat 2.829 kg.
Baca: Penjelasan Mabes Polri Soal Video Polisi Latihan Senjata RPG
Barang diturunkan dari pesawat pukul 23.45 dan berakhir Sabtu, 30 September 2017, sekitar pukul 01.25. Barang kemudian digeser ke Kargo Unex. Meski begitu, kargo itu masih membutuhkan rekomendasi dari Bais TNI dan lolos dari proses kepabeanan. Karena masih menunggu izin dari Bais, barang itu belum bisa diambil penerimanya, yang tercatat Bendahara Pengeluaran Korps Brimob Polri, Kesatrian Amji Antak, Kelapa Dua, Cimanggis, Indonesia.
Menurut Situs Arsenal-bg.com, kedua jenis senjata tersebut sebenarnya masuk kategori senjata militer. SAGL disebut di situs itu merupakan senjata pelontar granat tipe M 406. Ada pun RLV-HEFJ adalah amunisi granat yang digunakan sebagai senjata serbu militer untuk menghancurkan kendaraan lapis baja ringan.
Baca: Mabes Polri Selidiki Video Diduga Polisi Latihan Senjata RPG
Setyo menegaskan senjata dan amunisi yang diimpor bukan amunisi tajam untuk membunuh, tapi untuk melumpuhkan atau mengejutkan saat menjalankan operasi antihuru-hara dan antiteror. Senjata itu dialokasikan ke wilayah rawan konflik, seperti Poso dan Papua.
Selain itu, Setyo menegaskan senjata pelontar granat yang digunakan untuk membantu TNI melumpuhkan dan mengejutkan lawan jika sewaktu-waktu terjadi teror atau peperangan. "Cara kerjanya, stand granat launcher ini fungsinya adalah pengejut, bisa peluru kabut, bisa peluru gas, bisa peluru asap," katanya.
KARTIKA ANGGRAENI