Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cerita Dianah dan Kisah Rekonsiliasi Kultural Korban 1965

image-gnews
Sejumlah korban/keluarga tragedi kemanusiaan 1965/1966 melakukan aksi damai di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/5). Mereka mendesak sidang paripurna untuk mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka. TEMPO/Aditia Noviansyah
Sejumlah korban/keluarga tragedi kemanusiaan 1965/1966 melakukan aksi damai di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/5). Mereka mendesak sidang paripurna untuk mengumumkan segera hasil penyelidikan peristiwa 1965/1966 terbuka. TEMPO/Aditia Noviansyah
Iklan

TEMPO.CO, YOGYAKARTA -- Tak mudah membangun rekonsiliasi korban 1965 dengan masyarakat. Diana Karmilah, 41 tahun, peneliti Syarikat Indonesia menuturkan bagaimana kendala membangun kerekatan kembali hubungan para korban kekerasan 1965, juga dengan masyarakat sekitarnya.

Sebelum bergabung dengan Syarikat Indonesia, Diana aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Syarikat (Masyarakat Santri untuk Advokasi Rakyat) Indonesia didirikan oleh aktivis muda Nahdlatul Ulama (NU) yang mulai aktif pada 2000 karena tergerak oleh ide rekonsiliasi nasional yang dilontarkan mantan Ketua Umum PB NU Abdurrahman Wahid saat menjadi Presiden (1999-2001).

Para aktivis muda NU itu pun berjejaring dengan organisasi non politik lainnya yang mempunyai kepedulian yang sama yang tersebar lebih dari 20 kota di Jawa, Bali, dan Sulawesi. Kegiatan mereka mulai dilakukan pada 2003.

BACA: Jaksa Agung: Rekonsiliasi Satu-satunya Solusi Tragedi 1965

Di Syarikat, tugas Dianah membantu proses rekonsiliasi kultural awalnya adalah mendatangi, mewawancarai, dan mengumpulkan ibu-ibu yang terlibat maupun yang dituding terlibat PKI. Setidaknya ada lima ibu bekas tahanan di Plantungan yang ditemuinya. "Saya tinggal bersama mereka. Ikut memasak. Menjalankan kegiatan mereka sehari-hari," kata Dianah.

Forum rekonsiliasi kultural pertama kali di Jawa Barat digelar di Gedung Kartini di Bandung tahun 2003. Pesertanya dari eks PKI maupun yang di-PKI-kan,  para kyai, dan PMII. Pertemuan pertama itu berjalan lancar. Mereka bisa duduk bersama dan saling bercerita satu sama lain.

Dalam forum itu, seorang lelaki eks Barisan Tani Indonesia (BTI) bercerita bagaimana perjuangannya membaur dengan masyarakat. Lelaki ini dibully Ustad di masjid di daerah tempat tinggalnya. Bermula ketika laki-laki itu akan menunaikan ibadah salat Jumat, namun urung karena saat akan masuk masjid, tiba-tiba khotib yang tengah berkotbah berteriak. "Awas! Di antara kita ada PKI!"

BACA : G30S 1965 dan Gagasan Membangun Rekonsiliasi di Basis PKI  
Kisah itu membuat banyak orang yang hadir terperangah. Termasuk Kyai yang hadir dalam forum rekonsiliasi, ikut kaget mendengarnya. Forum itu pun berlangsung lancar selama tiga hari. Semua mendengarkan dan menerima. "Tidak ada penolakan dari peserta maupun pihak lain. Karena kami sudah biasa sowan kyai sebelumnya," kata Diana sembari menambahkan Imam Azis, salah satu pendiri Syarikat Indonesia,jauh hari telah mengunjungi sejumlah pesantren di Jawa dalam rangka rekonsiliasi itu.

Penolakan justru terjadi saat forum rekonsiliasi kultural pada 2006. Awalnya, acara akan digelar di Gedung Seni Bandung. Namun tiga hari sebelum hari H, Dianah yang menjadi ketua panitianya didatangi intel yang menanyakan rencana pertemuan. Akhirnya, pertemuan digelar di Wisma Brantas. Mayoritas peserta, 45 dari 75 peserta adalah perempuan yang dituding PKI. Mereka datang dari Cirebon, Cianjur, Indramayu, Garut, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, dan Tasikmalaya.

Acara dengan tema Pasamuan Perempuan Tangguh itu baru dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan pembacaan Al Quran oleh ibu-ibu penyintas ketika tujuh truk berisi ratusan orang datang. Mereka mengenakan seragam serba hitam dan sebagian lagi adalah personel polisi. "Kami panik. Tapi justru para penyintas yang sudah tua-tua itu yang menenangkan," kata Dianah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

BACA:Tudingan PKI dan Cerita Histeria Tiap 30 September

Mereka membubarkan acara. Para peserta yang sepuh-sepuh itu dievakuasi. Lima orang yang terdiri dari panitia dan peserta dari PMII diangkut ke kantor polisi dan diperiksa.

Sepanjang hari hingga larut malam, mereka dicecar pertanyaan dan diintimidasi. Dianah mengingat pertanyaan mereka. "Pasamuan itu bahasa PKI ya?" Mereka seperti tak tahu, Pasamuan adalah bahasa Sunda yang berarti pertemuan.

Dianah yang saat itu tak berkerudung dan berambut pendek pun dirisak polisi. "Kalau PKI itu rambutnya kayak cowok gini ya," kata polisi.

Sekitar pukul 01.30, mereka dilepas setelah pengurus Syarikat melakukan advokasi. Meski bebas, mereka masih diintimidasi melalui pesan singkat. Yang lelaki mendapat pesan ancaman, yang perempuan seperti Dianah dikirimi pesan mesum. "Bahasanya kasar. Ngajak mesum," kata Dianah yang akhirnya mengganti nomer telepon selulernya.

BACA:Hasil Riset: Mengapa Banyak Orang Dituding Ikut PKI Usai 1965

Penyintas lainnya pun ada yang tak lagi diperbolehkan untuk melakukan aktivitas bersama penyintas lainnya oleh keluarganya. Dianah yang rutin menyambangi pun dilarang untuk menghubunginya. Sejak itu, proses rekonsiliasi di Jawa Barat tersendat. Pun juga pendampingan karena para aktivisnya memilih terjun menjadi anggota DPR atau DPRD.

Dianah pun pindah ke Yogyakarta sejak 2009 lalu dan melanjutkan kegiatan advokasi di Syarikat Indonesia dan lembaga swadaya masyarakat lainnya.

PITO AGUSTIN RUDIANA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Agus Widjojo, Gubernur Lemhannas yang Menginisiasi Rekonsiliasi Tragedi 1965

5 Oktober 2021

Gubernur Lemhanas yang baru, Agus Widjojo, tiba dalam pelantikan di Istana Negara, Jakarta, 15 April 2016. TEMPO/Subekti.
Agus Widjojo, Gubernur Lemhannas yang Menginisiasi Rekonsiliasi Tragedi 1965

Agus Widjojo merupakan Gubernur Lemhannas yang menginisiasi Rekonsiliasi Tragedi '65. Berikut adalah profil singkatnya.


Gus Dur dan Permintaan Maaf atas Pembantaian 1965

4 Oktober 2021

Ilustrasi Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid). (Foto Antara)
Gus Dur dan Permintaan Maaf atas Pembantaian 1965

Gus Dur pernah meminta maaf atas pembantaian yang menimpa ratusan ribu terduga simpatisan PKI setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S)


Kisah S. Parman yang Memiliki Kakak Petinggi PKI

1 Oktober 2021

Diorama adegan saat anggota PKI menyiksa dan menawan Mayjen S Parman, Mayjen Suprapto, Brigjen Sutoyo dan Lettu Pierre Tendean di dalam Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Menjelang peringatan G30S, monumen ini akan ramai dikunjungi warga. TEMPO/Subekti.
Kisah S. Parman yang Memiliki Kakak Petinggi PKI

S. Parman memiliki kakak yang merupakan petinggi PKI dan diduga mengetahui rencana penculikan para jenderal pada aksi G30S


Tiga Versi Cerita G30S Ini Memiliki Dalang yang Berbeda-Beda

30 September 2021

Warga menyaksikan film pengkhianatan G30S/PKI pada acara nonton bareng di Bundaran Mall Graha Cijantung, Jakarta, 23 September 2017. Berikut foto-foto suasana acara nonton bareng film G30S/PKI yang digelar di sejumlah daerah. ANTARA FOTO
Tiga Versi Cerita G30S Ini Memiliki Dalang yang Berbeda-Beda

Siapa dalang sebenarnya di balik peristiwa G30S hingga kini masih menuai pertanyaan. Ada yang menyebut PKI, konflik militer, hingga CIA


Sebelum 1965, PKI Pernah Terlibat dalam Dua Pemberontakan Ini

30 September 2021

Petugas mengecat Monumen Korban Keganasan PKI Tahun 1948 di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur. TEMPO/Ishomuddin
Sebelum 1965, PKI Pernah Terlibat dalam Dua Pemberontakan Ini

PKI pernah terlibat dua pemberontakan melawan penjajahan kolonial Hindia Belanda


Duka Maria dan Rukmini, Dua Wanita Istimewa Pierre Tendean

29 September 2021

Diorama adegan saat anggota PKI menyiksa dan menawan Mayjen S Parman, Mayjen Suprapto, Brigjen Sutoyo dan Lettu Pierre Tendean di dalam Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Menjelang peringatan G30S, monumen ini akan ramai dikunjungi warga. TEMPO/Subekti.
Duka Maria dan Rukmini, Dua Wanita Istimewa Pierre Tendean

Kesehatan Maria Elizabeth Cornet menurun setelah anaknya, Pierre Tendean, wafat. Sementara Rukmini butuh bertahun-tahun memulihkan perasaannya


Dua Film Ini Punya Kisah Alternatif Mengenai Tragedi 1965

29 September 2021

Adegan film dokumenter
Dua Film Ini Punya Kisah Alternatif Mengenai Tragedi 1965

Jagal dan Senyap, dua film karya Joshua Oppenheimer ini punya cerita alternatif mengenai tragedi 1965


Mereka yang Terasingkan di Negeri Orang usai G30S

29 September 2021

wartawan Umar Said (kanan)
Mereka yang Terasingkan di Negeri Orang usai G30S

Setelah peristiwa G30S, pemerintahan Soeharto mencabut paspor mahasiwa Indonesia yang kuliah di negara-negara komunis


Bicara Desukarnoisasi, Megawati Minta Nadiem Luruskan Sejarah 1965

24 November 2020

Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri memberikan pengarahan kepada calon kepala daerah yang direkomendasikan PDIP di Pilkada 2020. Pengarahan digelar di Kantor DPP PDIP, Jakarta, 19 Februari 2020. Tempo/Friski Riana
Bicara Desukarnoisasi, Megawati Minta Nadiem Luruskan Sejarah 1965

Megawati menilai sejarah di masa 1965-1967 seperti dipotong dan dihapus oleh pemerintah Orde Baru.


YPKP 65 Laporkan 346 Kuburan Massal Korban 1965 ke Komnas HAM

3 Oktober 2019

Komisioner Komnas HAM Amiruddin saat menerima Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP 65) Bedjo Untung di Gedung Komnas HAM, Jakarta, 15 November 2017. YPKP 65 melaporkan bukti baru berupa penemuan kuburan massal di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah. TEMPO/Subekti.
YPKP 65 Laporkan 346 Kuburan Massal Korban 1965 ke Komnas HAM

YPKP 65, kata Bedjo, siap bekerja sama dengan Komnas HAM untuk menunjukkan lokasi keseluruhan kuburan massal.