TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan pihaknya akan tetap mengevaluasi Ketua Umum Setya Novanto, meski ia memenangkan gugatan praperadilan terhadap penetapannya sebagai tersangka dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Evaluasi dilakukan guna melihat bagaimana hubungan antara Setya yang terseret korupsi dan tren menurunnya elektabilitas partai.
"Tetap akan dievaluasi," kata Nurdin di Hotel Menara Peninsula, Jakarta, Kamis malam, 28 September 2017.
Baca : Masih Sakit, Setya Novanto Minta Rapat Pleno DPP Golkar Diundur
Keputusan sidang praperadilan Setya akan dibacakan hakim tunggal Cepi Iskandar, Jumat, 29 September 2017. Setya berpendapat penetapannya sebagai tersangka e-KTP tidak sah.
Sebelumnya, dalam rapat harian DPP Partai Golkar pada Senin lalu, tim kajian elektabilitas merekomendasikan Setya agar dinonaktifkan sebagai ketua umum. Rapat memutuskan meminta Nurdin dan Sekretaris Jenderal Idrus Marham menyampaikan hal itu kepada Setya.
Baca : Ada Kejanggalan di Foto Sakit Setya Novanto, Ini Jawaban Golkar
Nurdin menjelaskan, bila Setya menerima rekomendasi itu, Partai Golkar akan menunjuk seseorang sebagai pelaksana tugas harian sementara. Sebaliknya, bila Setya menolak, DPP akan terus mengevaluasi seberapa jauh pengaruh negatif dari kasus yang menimpa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu terhadap partai. “Kalau tidak ada masalah, ya lanjut. Tapi, kalau evaluasi kami mengatakan terjadi masalah atau negatif, ya kami harus konsolidasi,” ujarnya.
Nurdin mengakui elektabilitas Partai Golkar mengalami tren penurunan karena kasus e-KTP. Kesan yang muncul di masyarakat bahwa mereka belum mendapatkan e-KTP disebabkan Partai Golkar.
"Karena ini, kami sudah bersepakat dan insya Allah akan saya bawa hal ini dalam rapat pleno besok malam bahwa siapa pun yang jadi tersangka harus diterapkan disiplin organisasi yang ketat," ucapnya.