TEMPO.CO, Pangkalpinang - Kegiatan nonton bareng film Pengkhianatan G30S PKI yang digelar Komando Distrik Militer (Kodim) 0413 Bangka di Alun-Alun Taman Merdeka Kota Pangkalpinang, Kamis Malam, 28 September 2017, dihadiri juga oleh korban.
Bustami Rahman, adik kandung Mayor Syafrie Rahman yang tewas dalam peristiwa 1965, hadir dalam acara itu, memenuhi undangan dari Kodim 0413. Dia mendapatkan kesempatan memberikan sambutan sebelum film tersebut diputar.
Baca: Pelajar di Brebes Ditugasi Bikin Resume Film G30S PKI
"Konspirasi PKI tersebut terungkap dalam fakta persidangan di Polisi Militer (PM) Pangkalpinang. Menjelang tengah malam 30 Juli 2965, abang saya dipukul tepat di bagian leher belakang oleh kader PKI. Saat tidak berdaya, tubuhnya dibuang ke laut, tepatnya di Selat Bangka," kata Bustami saat memberikan sambutan.
Bustami menuturkan jenazah kakak kandungnya yang ditemukan sudah tidak bernyawa di tengah laut, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Pawitralya. Kematian kakaknya itu, kata dia, membuat keluarga besarnya terpukul dan merasa sangat kehilangan.
"Syafrie adalah kakak saya nomor dua, kami sepuluh bersaudara. Kami sangat terpukul karena beliau meninggalkan tujuh orang anak yang saat itu masih kecil, anak pertamanya 13 tahun dan yang paling kecil berusia 3 tahun. Beliau juga menjadi tempat saya bergantung untuk sekolah," ujarnya.
Baca juga: Arifin C Noer Pernah Kesulitan Cari Pemeran Film G30S PKI
Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan, keterlibatannya menumpas sisa-sisa PKI di Bangka Belitung pada 1966 hingga 1967 bersama Kodam Sriwijaya dan Kodam Udayana, yang saat itu datang membantu di wilayahnya.
"Tahun 1991, saya ke Jerman dan Ceko. Di sana, saya bertemu dengan tokoh komunis internasional. Mereka menyebutkan bahwa sangat dendam dengan ABRI dan pihak yang bersebrangan dengan komunis karena menganiaya mereka. Saya sampaikan bahwa yang berhak dendam adalah saya, karena abang saya dibunuh," tuturnya. "Mereka tidak sadar kalau mereka duluan yang melakukan pembantaian. Saya katakan seperti itu meski di punggung komunis itu terlihat sebilah pisau."
Terkait film G30S PKI, menurut dia, tidak perlu diperdebatkan. Ia menilai substansi sejarahnya telah termuat. Meski ada aksesoris tambahan dalam film garapan sutradara Arifin C. Noer tersebut, tidak mengurangi substansi sejarah dan fakta yang ada.
"Aksesoris tambahan dalam film tidak masalah. Kalau tidak ada aksesoris, jadinya film dokumenter. Yang penting substansi sejarahnya tidak boleh diubah. Jadi film ini penting penting dan perlu ditonton agar orang tidak sesat. Tidak apa-apa sakit sedikit tapi untuk kepentingan bangsa ke depan," ucapnya.
Sebelumnya, Komandan Kodim 0413 Bangka, Letnan Kolonel Daniel S. P. Lumban Raja, mengatakan Kodim sudah menetapkan jadwal tiga kali penayangan di seluruh wilayah pantauan Kodim 0413 Bangka. Pada 30 September 2017, penayangan film tersebut akan ditayangkan serentak.
"Tujuan penayangan film tersebut adalah kita ingin memberikan gambaran sejarah bagi generasi muda dan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan bahaya laten komunis," kata Daniel.
Daniel menambahkan, pihaknya belum menerima laporan adanya masyarakat di Bangka yang protes dan menolak pemutaran kembali film G30S PKI itu. Menurut dia, penanyangan film itu justru mendapatkan respon dan antusiuas luar biasa dari masyarakat Bangka.
"Belum ada kendala yang kami terima dari penayangan film tersebut. Malah masyarakat mendukung dan antusias datang ke lokasi penayangan film G 30 S PKI," ujarnya.
SERVIO MARANDA