TEMPO.CO, Lembang - Dalam rangka membuka lapangan kerja baru, Kementerian Ketenagakerjaan mengadakan pelatihan menjadi barista. Pelatihan ini dipusatkan di Balai Besar Pengembangan Pasar Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Lembang, Jawa Barat.
Pelatihan selama empat hari itu menghadirkan instruktur yang berasal dari barista profesional seperti beberapa barista dari East Indische Koffie Jakarta. Materi pelatihan 70 persen di antaranya praktik.
Kepala Balai Besar Pengembangan Pasar Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Nana Mulyana mengatakan pelatihan barista menjadi salah satu pilihan pelatihan karena profesi ini masih sangat dibutuhkan. “Hal ini seiring mewabahnya kafe dan kedai kopi di Indonesia. Hal itu memberi peluang kerja bagi barista yang menjadi sebuah profesi baru, yang cukup menjanjikan ,” katanya, Kamis, 28 November 2017.
Tak hanya itu, menurut Nana, dengan munculnya barista-barista baru yang kemungkinan besar tertarik membuka kafe kopi, diharapkan akan memberi efek baik bagi terserapnya pasar kerja baru. “Setidaknya, jika satu barista mendirikan kafe, akan menarik dua pekerja baru mengelolanya,” ucapnya.
Tahun ini, Balai Besar Pengembangan Pasar Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja membuka 30 angkatan pelatihan barista. Tiap angkatan terdiri atas 20 peserta. Dengan demikian, tahun ini, terdapat 600 peserta yang berasal dari hampir semua daerah di Indonesia. Hingga September 2017 ini, sudah terlaksana 15 angkatan pelatihan. Tahun lalu, program ini telah diujicobakan dengan melibatkan 100 peserta.
Nana menambahkan, pihaknya saat ini juga tengah menyiapkan pelatihan bagi para roaster kopi serta owner kafe atau kedai kopi. Roaster dilatih cara memanggang biji kopi yang berkualitas, sedangkan para pemilik kafe dilatih manajemen bisnis yang baik.
Salah satu instruktur pelatihan, Vickto Betaliano, menjelaskan, materi pelatihan terdiri atas coffee knowledhe, cupping, manual brew, espresso based, cappuccino, serta latte art. “Meski hanya empat hari, karena materi pelatihan dominan praktik, setelah ikut pelatihan, 90 persen peserta bisa menjadi barista. Selanjutnya tinggal memperkaya jam terbang,” ujarnya.
Tiap pelatihan selalu ditutup dengan lomba meracik serta menyajikan kopi yang diikuti semua peserta. “Sebanyak 90 persen peserta bisa meracik, menyajikan kopi, dan mempresentasikannya dengan baik,” ucapnya.
Agus Surono, salah satu peserta asal Klaten, mengaku pelatihan ini semakin menguatkan kepercayaannya membuka kedai kopi. “Setelah menguasai teknik dasar meracik kopi, sekarang saya berani membuka kedai kopi,” ujarnya.
Peserta asal Semarang, Adiansyah Harjunantio, menuturkan selain mendapatkan modul dan praktik, pelatihan ini membekali barista tentang bagaimana cara mengedukasi masyarakat tentang sejarah, manfaat, juga cita rasa kopi Nusantara. (*)