TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia Denny Januar Ali membantah telah menjadi tim Panglima TNI Gatot Nurmantyo untuk menuju pemilihan presiden tahun 2019. Ia menyatakan tak pernah bertemu atau bahkan ditelepon Gatot. “Bagaimana saya bisa membuat deal menjadi konsultan politiknya?” katan Denny kepada Tempo di Jakarta, Selasa 26 September 2017.
Pernyataan Denny ini mengklarifikasi berita Koran Tempo berjudul “Gatot Nurmantyo Dinilai Bermain Politik” yang terbit kemarin. Berita ini menyebutkan Gatot telah menyiapkan tim untuk kepentingannya menuju pemilihan presiden setidaknya sejak setahun lalu. Seorang pejabat kementerian menyebutkan, tim Gatot ini terdiri dari unsur militer aktif, politikus sipil, termasuk penasihat politik. Pejabat itu menyebut satu di antaranya adalah Denny Januar Ali. “Itulah yang menjelaskan Gatot membaca puisi Denny J.A. pada acara Golkar di Balikpapan,” kata pejabat tadi.
Denny mengatakan sangat menghormati Gatot sebagai panglima yang memiliki kepedulian tinggi terhadap bangsa Indonesia. Manurut Denny, kalau pun Gatot memilih puisi karyanya berjudul “Tapi Bukan Kami Punya” yang dibaca dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Golkar di Balikpapan pada 22 Mei lalu, tak ada pembicaraan sebelumnya. “Barangkali beliau memilih puisi saya karena beliau rasa pas dengan kondisi saat ini,” kata Denny.
Ia mengatakan di tengah situasi politik yang kering, puisi perlu dibawa ke tengah gelanggang. Denny mengutip pernyataan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy yang menjabat sejak tahun 196i dan tewas ditembak pada tahun 1963. Kennedy, kata Denny, pernah berkata bahwa jika kekuasaan membuat manusia congkak dan angkuh, puisi mengingatkan keterbatasannya.
Denny, masih mengutip Kennedy, jika kekuasaan membuat manusia harus fokus dan menyempitkan hidupnya, puisi mengingatkan keluasan dan kedalaman hidup manusia. Jika kekuasaan cenderung mengotorkan jiwa, kata dia, puisi membersihkannya. “Barangkali, inilah yang membuat Pak Gatot ingin menyelami puisi dan memilih membaca puisi saya karena merasa cocok dengan konteks Indonesia saat ini,” katanya.
Menurut Denny, setidaknya dua kali Gatot membacakan puisinya. Setelah membaca puisi itu di Balikpapan, kata Denny, Gatot membaca lagi di Jakarta. Denny mengatakan, Gatot menganggap isu keadilan dan marginalisasi rakyat banyak dalam puisi "Bukan Kami Punya" bisa menambah gelora pidatonya untuk situasi saat ini. “Saya tentu senang panglima membaca puisi saya,” kata Denny.
SUNUDYANTORO