TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Abdul Kharis Almasyari mengatakan Komisi I pernah mendorong Badan Intelijen Negara (BIN) membeli senjata untuk melengkapi fasilitas pembelajaran kepada taruna Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN). “Kami mendorong agar taruna STIN tidak belajar dengan senjata replika," kata Abdul Kharis di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin, 25 September 2017.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan tidak mungkin para taruna STIN belajar menggunakan senjata replika dari kayu, dan juga tidak bisa kalau mau belajar menembak harus pergi ke lapangan menembak milik kepolisian karena memakan waktu.
Baca juga: Fadli Zon Minta Panglima TNI Klarifikasi Pembelian 5.000 Senjata
Menurut dia, dengan jumlah taruna STIN yang mencapai 400 orang lebih, Komisi I DPR mendorong BIN memiliki lapangan menembak sendiri. Namun Abdul Kharis mengatakan Komisi I DPR tidak terlibat dalam satuan tiga atau pengadaan senjata di BIN, hanya memberikan dorongan.
Dia menyarankan, publik bisa mengeceknya langsung karena merupakan domain eksekutif, misalnya, mekanisme pengadaan senjata. "Silakan saja pengadaan senjata itu namun Komisi I DPR tidak pernah terlibat pada satuan tiga apalagi terkait pengadaan senjata," katanya.
Baca juga: Wiranto Sebut 500 Senjata Dibeli BIN, Ini Kata Gatot Nurmantyo
Abdul Kharis mengatakan Komisi I DPR akan mengadakan rapat kerja dengan Panglima TNI, Menteri Pertahanan, Menteri Keuangan, dan Kepala Bappenas membahas soal anggaran. Rapat rencananya akan berlangsung pada Selasa, 3 Oktober 2017.
Komisi I, kata dia, akan memanfaatkan rapat tersebut untuk menanyakan pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal pembelian 5.000 senjata ilegal.
Baca juga: PT Pindad: BIN Pesan Senjata untuk Kegiatan Operasional
Sebelumnya, dalam rekaman yang beredar, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut adanya institusi tertentu yang akan mendatangkan 5.000 senjata secara ilegal dengan mencatut nama Presiden Jokowi. Hal itu dikatakan Panglima dalam acara silaturahmi TNI dengan purnawirawan di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat, 22 September 2017.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengungkapkan ada komunikasi yang belum tuntas di antara TNI, BIN, dan Kepolisian RI.
Baca juga: Luhut Soal 5.000 Senjata Ilegal: Cukup Itu, Jangan Dibikin Ramai
Wiranto telah mengkonfirmasikan isu senjata ilegal itu kepada Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN, dan instansi terkait. Belakangan diketahui terdapat pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan PT Pindad, bukan 5.000 senjata dan bukan standar TNI. Senjata tersebut untuk keperluan pendidikan intelijen.
Wiranto mengatakan pembelian atau pengadaan senjata apalagi dari Pindad yang bukan standar TNI itu memang cukup izin dari Mabes Polri, dan sudah dilakukan, dan bukan izin dari Mabes TNI. “Dengan demikian prosedur pengadaannya tidak secara spesifik memerlukan kebijakan presiden,” ujar Wiranto.
ANTARA | DIAS PRASONGKO