TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah tidak akan mengubah sistem pemilihan kepala daerah secara langsung hanya karena banyaknya kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan KPK.
Tjahjo mengatakan maraknya kepala daerah yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK tidak bisa dijadikan alasan untuk mengubah sistem pemilihan langsung yang saat ini telah berjalan.
Baca juga: Modus Korupsi Kepala Daerah yang Terjaring OTT KPK
“Kalau ada satu dua (Kepala Daerah yang terjaring OTT), jangan salahkan sistemnya, salahkan orangnya,” kata Tjahjo Kumolo usai menghadiri sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, 25 September 2017.
Hanya dalam waktu kurang dari sebulan, empat kepala daerah terjaring dalam OTT KPK. Pada 29 Agustus 2017, Wali Kota Tegal Jawa Timur Siti Masitha yang terjaring OTT. Lalu pada 13 September 2017 di Bupati Batubara Sumatera Utara OK Arya Zulkarnaen. 16 September 2017, giliran Wali Kota Batu Jawa Timur, Eddy Rumpoko yang terjaring OTT. Terakhir, Wali Kota Cilegon Banten Tubagus Imam Ariyadi yang dicokok oleh KPK pada 22 September.
Baca juga: Operasi Tangkap Tangan, 10 Pejabat Cilegon Dicokok KPK
Maraknya OTT KPK terhadap kepala daerah ini disorot oleh berbagai kalangan. Ketua MPR, Zulkifli Hasan mengaku prihatin dengan banyaknya kepala daerah yang terjaring OTT KPK. Ia mengusulkan agar sistem pilkada langsung dikaji kembali. Usulan tersebut disampaikan saat acara Simposium Nasional Ikatan Cendikiawan Muslim se Indonesia di Gedung MPR pada sabtu 23 September 2017 lalu atau sehari setelah Wali Kota Cilegon Tubagus Imam terjaring OTT KPK.
Tjahjo memastikan bahwa pemerintah masih akan mempertahankan sistem pilkada secara langsung. “maunya kan langsung, yang dikenal rakyat, sudah kita ikuti,” ujarnya. Pertimbangan lain menurut Tjahjo adalah karena mengubah sebuah undang-undang memerlukan waktu bertahun-tahun.
Baca juga: KPK Jelaskan Detik-detik OTT Wali Kota Batu Eddy Rumpoko
DIbandingkan mengubah sistem pilkada, Tjahjo mengatakan pencegahan korupsi di level kepala daerah bisa dilakukan dengan mekanisme pengawasan berlapis. Di level partai, kata Tjahjo, mekanisme seleksi calon untuk kepada daerah juga sudah ada.
Kemudian kepada kepada setiap kepala daerah yang terpilih, kata Tjahjo, Kementerian Dalam Negeri juga terus berupaya memberikan pengarahan tekait fungsi dan kewenangan mereka. “Kami undang untuk mendapat penjelasan soal penggunaan hingga pertanggungjawaban anggaran,” kata Tjahjo.
FAJAR PEBRIANTO