"Sesuai arahan dari atas, kami tetap jalankan nonton bareng. Kami tidak memaksa (masyarakarat) untuk menyaksikan film tersebut di wilayah Belitung. Lokasi (nonton bareng) hampir di semua wilayah teritorial kita," ujar Eko Saptono kepada Tempo, Senin, 25 September 2017.
Baca: Warga Tegal Antusias Nobar Film G30S PKI di Taman Rakyat
Menurut Eko pihaknya belum menerima penolakan dari kelompok masyarakat ataupun organisasi kemasyarakatan terkait pemutaran film garapan sutradara Arifin C. Noer pada 1984 itu. Meski di kampung halaman Aidit, namun sampai saat ini tidak ada gejolak sebagai efek dari penayangan film tersebut.
"Sementara ini tidak ada penolakan ataupun gejolak. Mungkin karena kami memang tidak menuntut atau memaksa masyarakat menonton film itu. Penayangan film tersebut hanya sebagai pengingat generasi muda tentang sejarah kelam kejadian G30SPKI," ujar dia.
Perlunya menonton film G30SPKI, kata Eko, adalah sebagai pemahaman sejarah bangsa Indonesia di masa lalu. Sejarah kelam itu, kata dia, sebagai pengingat bagi generasi muda untuk mewaspadai kebangkitan komunisme.
Simak: Arifin C Noer Pernah Kesulitan Cari Pemeran Film G30S PKI
"Kalau generasi muda tidak tahu jalannya sejarah, dan tiba-tiba suatu saat komunis muncul kembali, tentu mereka tidak bisa mengambil sikap. Jadi ini hanya untuk mengingatkan dan tindakan mewaspadai agar generasi muda saat ini bisa membawa Indonesia lebih baik kedepannya," ujar dia.
Eko menambahkaTNI Belitung belum menemukan indikasi nyata kelompok masyarakat yang menganut paham komunisme dan radikalisme. Meski Aidit merupakan putra daerah Belitung, belum ada tanda-tanda pengikut Aidit. "Namun, kami tetap waspada. Tidak boleh lengah. Memang kalau secara nyata dan terang-terangan sampai saat ini belum kami temukan," ujar dia.