Kasus ini berpangkal sejak 1994, saat Soeharto – ayah Tommy – masih berkuasa. Inilah kronologi kasus sejak penandatanganan MoU PT Goro Batara Sakti dan Bulog hingga putusan PK MA.
14 April 1994: Menpangan/Kabulog, Ibrahim Hasan, lapor rencana ruislag PT Goro dan Bulog kepada Presiden Soeharto.
7 Februari 1995: Kepala Bulog, Beddu Amang, tanda tangan MoU antara PT Goro dan Bulog.
19 Februari 1999: Sidang kasus ruislag PT Goro dan Bulog, terdakwa Beddu Amang, Tommy Soeharto dan Ricardo Gelael dengan kerugian negara Rp 95,6 miliar.
19 April 1999: PN Jakarta Selatan memvonis bebas Beddu Amang.
14 Oktober 1999: Majelis Hakim PN Jakarta Selatan memvonis bebas Tommy Soeharto dan Richardo Gelael dari segala dakwaan.
22 September 2000: Mahkamah Agung, Ketua Majelis: Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita, memvonis Tommy bersalah, wajib bayar ganti rugi Rp 30 miliar, denda Rp 10 juta, dan hukuman kurungan 18 bulan penjara.
5 Oktober 2000: Presiden Abdurrahman Wahid bertemu Tommy Soeharto di Hotel Borobudur, Jakarta.
30 Oktober 2000: Tommy Soeharto melalui pengacaranya, Bed Siregar, mengajukan PK ke MA.
31 Oktober 2000: Tommy Soeharto mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Abdurrahman Wahid.
31 Oktober 2000: Presiden Abdurrahman Wahid bertemu Tommy Soeharto di Hotel Regent, Jakarta.
2 November 2000: Presiden Abdurrahman Wahid menolak permohonan grasi Tommy Soeharto melalui Keputusan Presiden Nomor 176/G/2000.
3 November 2000: Tommy Soeharto kabur.
3 November 2000: pukul 21.55 WIB Ricardo Gelael masuk ke LP Cipinang.
10 November 2000: Polri melayangkan surat ke Interpol meminta bantuan mencari Tommy Soeharto.
14 Maret 2001: Polda Metro Jaya bentuk tim khusus pemburu Tommy Soeharto.
26 Juli 2001: Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita tewas tertembak.
6 Agustus 2001: Menyusul penemuan senjata api, bahan peledak dan dinamit di rumah Jalan Alam Segar III No 23, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Sofjan Jacoeb, menyatakan Tommy Soeharto sebagai tersangka pembunuh Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita dan kasus peledakan bom di Jakarta.
7 Agustus 2001: Polisi tangkap Mulawarman dan Noval Hadad, dua tersangka penembak Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita yang mengaku membunuh atas perintah Tommy Soeharto.
9 Agustus 2001: Deadline penyerahan diri Tommy Soeharto berlalu, Polda Metro Jaya mengumumkan perintah tembak di tempat.
17 Agustus 2001: Richardo Gelael memperoleh remisi.
28 Agustus 2001: Sersan Mayor (Purn) Wiyono, tersangka penyimpan senjata api Tommy Soeharto, meninggal dalam ruang tahanan Polda Metro Jaya.
13 September 2001: Pengacara Tommy, Elza Syarief, mengabarkan kliennya akan menyerahkan diri.
15 September 2001: Kapolda Inspektur Jenderal Sofjan Jacoeb bertemu Siti Hardiyanti Indra Rukmana (Mbak Tutut) di Cendana untuk membahas penyerahan diri Tommy.
1 Oktober 2001: MA mengabulkan permohonan PK Tommy Soeharto. (Widjajanto, sumber: data Tempo News Room)