Buwono atau Bawono? Pelantikan Gubernur DIY Diminta Ditunda
Rabu, 13 September 2017 21:26 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta - Forum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Yogyakarta meminta Presiden Joko Widodo untuk menunda pelantikan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 2017-2022 pada Oktober 2017 nanti.
“Kami memohon Presiden Jokowi mau menunda pelantikan Gubernur DIY,” ujar Ketua Forum LSM DIY Benny Susanto dalam surat terbuka yang dilayangkan kepada Presiden Jokowi, Rabu 13 September 2017.
Benny mengungkapkan pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur DIY berpotensi melahirkan krisis keistimewaan DIY pada masa mendatang.
Baca juga: MK Kabulkan Gugatan UU Keistimewaan, Berikut Komentar Sultan ...
Meski DPRD DIY secara administratif telah melakukan verikasi persyaratan cagub-cawagub dan telah menetapkannya dalam sidang paripurna, Forum LSM menilai DPRD DIY telah lalai dan tidak cermat.
Karena secara de facto, kata Benny, raja yang bertakhta di Keraton Yogyakarta bergelar Ngarso Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram, Senopati ing Ngalogo Langgenging Bawono Langgeng Langgenging Toro Panotogomo.
Baca juga: Putusan MK Buka Peluang Yogyakarta Dipimpin Perempuan
Padahal, nama dan gelar tersebut tidak dikenal sama sekali dalam paugeran (patokan adat) dan Undang-Undang Keistimewaan DIY nomor 13 Tahun 2012. Menurut Benny, berdasarkan paugeran keraton yang berlaku dan UU Keistimewaan, yang seharusnya bertakhta adalah Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngaloga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping Sedasa.
“Bukan ‘Bawono’ yang diakui UU Keistimewaan tapi ‘Buwono’,” ujar Benny.
Benny mengatakan Keraton Yogyakarta juga telah mengeluarkan surat bernomor 202/KH.PP/DD/Swl.VII/JE.1950.2017. Surat Keraton itu juga disertai lembar formulir bab pawiyatan dengan menegaskan lagi bahwa gelar Sultan HB X tetap menggunakan kata ‘Bawono’.
Baca juga: Perempuan Berpeluang Jadi Gubernur Yogya, Dewan Panggil ...
Benny mengatakan paugeran baik secara filosofis dan norma-norma Keraton serta UU Keistimewaan merupakan satu rangkaian logika hukum yang linier, terintegrasi secara komprehensif dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
“Keraton, Pakualam dan DIY merupakan bagian NKRI yang tunduk pada konstitusi dan berbagai ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya. Sehingga dualisme nama Sultan HB X secara administratif bernegara tidak pernah diberikan ruang dan cenderung merusak tatanan.
Baca juga: Bergabungnya Yogya dengan NKRI Diperingati di Pendapa Gamelan
Benny pun menilai tidak satupun kerabat Keraton mulai dari Trah HB I hingga HB IX yang bisa menerima fakta di atas. “Terlebih warga masyarakat yang mencintai keistimewaan DIY,” ujarnya.
Gubernur DIY Sri Sultan HB X sendiri menanggapi santai ihwal gelar namanya usai ditetapkan menjadi calon gubernur periode 2017-2022 oleh DPRD DIY itu. “Ya, engga papa, namanya (Hamengku Buwono) kan harus sesuai dimaksud Undang-Undang (Keistimewan),” ujar Sultan.
Baca juga: Perempuan Bisa Jadi Raja di Yogya, Adik Sultan: Akan Picu Konflik
Sultan menuturkan jika nama yang diajukan untuk pencalonan gubernur berbeda jelas akan bertentangan dengan UU Keistimewaan. Namun saat ditanya ihwal keberadaan Sabda Raja tahun 2015 lalu yang melahirkan nama Bawono, Sultan menjawab singkat, “Itu persoalan lain,” ujarnya.
Sekretaris Daerah DIY Gatot Saptadi menuturkan, pelantikan Sultan Hamengku Buwono X dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Pakualam X sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2017-2022 tetap berjalan sesuai rencana awal Oktober 2017 nanti. “Pelantikan di Istana Negara Jakarta oleh presiden, “ ujar Gatot.
PRIBADI WICAKSONO | PITO AGUSTIN RUDIANA