Guru tetap meneruskan proses belajar-mengajar meski ruangan kelas tercemar asap di SMP 13 Cikokol Tangerang, Banten, Rabu (6/2). TEMPO/Marifka Wahyu Hidayat
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Peduli Pendidikan mendesak pemerintah agar meninjau ulang kebijakan sekolah 40 jam atau lima hari sekolah dalam sepekan, yang populer dengan sebutan full day school. Pengurus Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Alldo Felix Januardy, mengatakan kebijakan yang diatur dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah itu bertentangan dengan aturan lain.
"Sejak terbitnya UU Sistem Pendidikan Nasional sekolah di daerah mempunyai otonomi penuh," kata Alldo di Jakarta, Selasa, 20 Juni 2017. Menurut dia, kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat otonomi daerah, terkait dengan wacana full day school yang digagas pemerintah.
Ia menilai pengelolaan sistem pendidikan harus disesuaikan dengan kekhasan daerah. Di sisi lain, kebijakan lima hari sekolah berpotensi mengganggu tumbuh kembang anak. "Pemerintah juga mengabaikan peran lembaga pendidikan khusus, seperti madrasah, sekolah alam, atau pun sekolah luar biasa," ucapnya.
Beberapa aturan yang dianggap bertentangan dengan Permendikbud Hari Sekolah ialah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan UU Perlindungan Anak. Lalu Undang-Undang Guru dan Dosen, UU Pemerintahan Daerah, dan UU Hak Asasi Manusia.
Masyarakat Peduli Pendidikan sendiri terdiri atas sejumlah organisasi pendidikan, di antaranya ialah Federasi Serikat Guru Indonesia dan LBH Jakarta.
Lebih lanjut, Alldo menambahkan, penerapan lima hari sekolah bisa mengganggu keseimbangan waktu anak untuk belajar dan bermain. "Pendidikan juga harus memberikan ruang bagi peran orang tua di rumah," kata dia.
Masyarakat Peduli Pendidikan malah meminta Presiden Jokowi untuk berfokus ke persoalan yang lebih penting daripada wacana full day school, yaitu soal perbaikan kurikulum dan kekerasan yang masih terjadi di sekolah. "Pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah," ucap Alldo.