Terumbu Karang Raja Ampat, Proses Evakuasi Kapal Diinvestigasi  

Reporter

Rabu, 15 Maret 2017 07:45 WIB

Pemandagan gugusan bukit kars Pianemo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, 19 November 2016. Kawasan tersebut merupakan salah satu tempat populer yang banyak dikunjungi wisatawan domestik ataupun internasional di Kabupeten Raja Ampat. TEMPO/Hariandi Hafid

TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan menyelidiki proses evakuasi Caledonian Sky, kapal pesiar berbendera Bahama yang karam di perairan Raja Ampat. Deputi Koordinasi Bidang Kedaulatan Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Arif Havas Oegroseno menyatakan kerusakan terumbu karang akibat kejadian itu meluas karena proses evakuasi. “Seharusnya, kerusakan karang bisa diminimalkan,” kata dia saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 24 Maret 2017.

Insiden itu terjadi pada Sabtu, 4 Maret 2017 lalu, ketika Caledonian Sky menabrak karang saat air laut surut. Kapal pesiar milik operator tur Noble Caledonia itu kandas setelah menyelesaikan perjalanan wisata mengamati keanekaragaman burung serta pementasan seni pukul 12.41 WIT. Kapal yang dinakhodai Kapten Keith Michael Taylor ini kandas dalam perjalanan menuju Bitung, Sulawesi Utara. Keith merujuk pada petunjuk GPS dan radar tanpa mempertimbangkan faktor gelombang dan kondisi alam lain.

Baca: Begini Kronologis Kapal Pesiar Menabrak Terumbu Karang Raja Ampat

Arif mengatakan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan berinisiatif mengirim kapal penarik (tug boat) bernama TB Audreyrob Tanjung Priok untuk mengeluarkan kapal yang mengangkut 102 turis dan 79 anak buah kapal itu. “Tug boat tersebut akhirnya tidak berguna karena Caledonian Sky terlalu berat,” ujar Arif.

Selanjutnya, Keith pun berupaya menjalankan kapal berbobot 4.200 gross tonnage itu. Akhirnya, kapal itu berhasil berlayar kembali pukul 23.15 WIT pada hari yang sama. Arif mempertanyakan mengapa kapten memaksa menjalankan kapal tanpa memperhatikan kerusakan yang diakibatkan. “Mengapa kapten memaksakan kehendak, bukannya menunggu air pasang? Dampaknya kan jadi semakin besar,” ucapnya.

Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Perairan Pasifik Universitas Indonesia Ricardo F. Tapilatu mengatakan kerusakan yang ditimbulkan kapal itu 13.533 meter persegi. Menurut Ricardo, terdapat sedikitnya delapan genus karang yang rusak dan patah berkeping-keping akibat kejadian itu. Ratusan ikan yang biasanya mengelilingi lokasi tersebut pun hilang. “Pemulihannya memakan waktu minimal 10 tahun,” kata Ricardo.

Baca: Terumbu Karang Raja Ampat Ditabrak Kapal, Begini Reaksi Walhi

Deputi Bidang SDM Iptek dan Budaya Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Safri Burhanudin menuturkan pendalaman kronologi kejadian perlu dilakukan. Hal ini untuk mengetahui siapa yang melanggar standard operating procedure (SOP). “Apakah SOP evakuasi mereka (kapal Caledonian Sky) atau SOP petugas Indonesia,” tutur Safri.

Dia mengatakan insiden kapal karam pernah terjadi sebelumnya. Saat itu, kapal bernasib buruk tersebut adalah kapal pinisi yang terbawa arus deras hingga terdampar di perairan dangkal. Proses evakuasi yang dilakukan terhadap kapal itu adalah menariknya dan menunggu air laut sedang pasang. “Jadi tidak langsung dievakuasi tanpa memperhitungkan kondisi alam,” ujarnya.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Karliansyah menyebutkan timnya masih di lapangan untuk memastikan kerusakan. “Kami ingin memastikan nilai kerugian yang diakibatkan kapal itu,” kata dia. Nilai kerugian mungkin tidak hanya soal karang yang rusak, tapi juga ekosistem serta kemungkinan hilangnya mata pencarian penduduk setempat.

MITRA TARIGAN

Berita terkait

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

29 hari lalu

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Konflik Buaya dan Manusia di Bangka Belitung Meningkat Akibat Ekspansi Tambang Timah

4 Maret 2024

Konflik Buaya dan Manusia di Bangka Belitung Meningkat Akibat Ekspansi Tambang Timah

BKSDA Sumatera Selatan mencatat sebanyak 127 kasus konflik buaya dan manusia terjadi di Bangka Belitung dalam lima tahun terakhir.

Baca Selengkapnya

Walhi Beberkan Kerusakan Lingkungan Akibat Hilirisasi Nikel di Maluku Utara: Air Sungai Terkontaminasi hingga..

29 Januari 2024

Walhi Beberkan Kerusakan Lingkungan Akibat Hilirisasi Nikel di Maluku Utara: Air Sungai Terkontaminasi hingga..

Walhi mengungkapkan kerusakan lingkungan yang diakibatkan hilirisasi industri nikel di Maluku Utara.

Baca Selengkapnya

Penelitian Sebut Industri Nikel Merusak Hutan dan Lingkungan Indonesia

24 Januari 2024

Penelitian Sebut Industri Nikel Merusak Hutan dan Lingkungan Indonesia

Penelitian menyebutkan aktivitas industri nikel di Indonesia menyebabkan kerusakan hutan dan lingkungan secara masif.

Baca Selengkapnya

Greenpeace Kritik Gibran Glorifikasi Hilirisasi Nikel Jokowi: Faktanya Merusak Lingkungan

23 Januari 2024

Greenpeace Kritik Gibran Glorifikasi Hilirisasi Nikel Jokowi: Faktanya Merusak Lingkungan

Greenpeace mengkritik Gibran yang mengglorifikasi program hilirisasi nikel Presiden Jokowi. Industri ini dinilai banyak merusak lingkungan.

Baca Selengkapnya

Di Debat Cawapres, Mahfud Kutip Surat Ar-Rum Ayat 41 Ingatkan Soal Kerusakan Alam

21 Januari 2024

Di Debat Cawapres, Mahfud Kutip Surat Ar-Rum Ayat 41 Ingatkan Soal Kerusakan Alam

Dalam debat cawapres, calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud Md mengatakan kerusakan alam di bumi terjadi karena tingkah laku manusia.

Baca Selengkapnya

TKN Prabowo-Gibran Bilang Perusahaan Perusak Lingkungan Harus Dihukum Seberat-beratnya

21 Januari 2024

TKN Prabowo-Gibran Bilang Perusahaan Perusak Lingkungan Harus Dihukum Seberat-beratnya

Menurut Budisatrio Djiwandono, Prabowo-Gibran akan memberikan hukuman berat kepada pihak yang merusak alam.

Baca Selengkapnya

Pesona Kali Biru, Sepotong Surga di Tanah Raja Ampat Papua Barat

11 November 2023

Pesona Kali Biru, Sepotong Surga di Tanah Raja Ampat Papua Barat

Disebut Kali Biru karena sungai di tanah Raja Ampat ini memiliki air jernih yang memancarkan warna biru dari dasarnya.

Baca Selengkapnya

Cerita Luhut Sakit dan Tawaran Pemulihan dari Menlu Singapura

11 Oktober 2023

Cerita Luhut Sakit dan Tawaran Pemulihan dari Menlu Singapura

Cerita Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang sakit hingga mendapat tawaran pemulihan dari Menlu Singapura.

Baca Selengkapnya

Karhutla di Gunung Arjuna Capai 4.000 Hektare, Diduga Ulah Pemburu

8 September 2023

Karhutla di Gunung Arjuna Capai 4.000 Hektare, Diduga Ulah Pemburu

Karhutla di Gunung Arjuna dan sekitarnya pertama kali terpantau muncul di kawasan Bukit Budug Asu, pada Sabtu, 26 Agustus lalu.

Baca Selengkapnya