Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Taufiq Ibnugroho membawa masuk berkas-berkas perkara dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP ke Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, 1 Maret 2017. Tempo/Zara Amelia
TEMPO.CO, Jakarta - Penyusunan surat dakwaan dua tersangka korupsi e-KTP (kartu tanda penduduk berbasis elektronik) menyita waktu Taufik Ibnu Nugroho. Bersama sembilan anggota tim jaksa penuntut umum lainnya, Taufik menghabiskan waktunya selama sepekan penuh untuk menyelesaikan penyusunan dakwaan tersebut.
"Banyak yang harus dipelajari dan dibaca," kata Taufik saat dihubungi, Rabu, 1 Maret 2017.
Berkas perkara dua tersangka korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto, kini tergeletak di ruang kepaniteraan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Berkas tersebut terdiri atas dua bendel berkas asli dan dua berkas foto kopinya.
Satu bendel berkas kasus korupsi e-KTP itu tebalnya 1,3 meter. Jumlah halaman dua berkas perkara tersebut kira-kira 24 ribu lembar. Setidaknya ada 26 rim kertas yang dihabiskan untuk pembuatan berkas perkara.
Sejak perkara ini diusut pada 2014, Taufik dan timnya sudah mempelajari berita acara pemeriksaan (BAP) para saksi dan tersangka. Ada 294 BAP saksi yang ia pelajari untuk tersangka Sugiharto, dan 173 BAP saksi untuk Irman.
"Dari awal penyidikan kami sudah mulai baca BAP itu," kata dia.
Selama menjadi jaksa di KPK, Taufik mengaku berkas perkara ini adalah yang terbanyak yang pernah ia tangani. "Sebelumnya ada tapi enggak setebal ini. Seperti Andi Mallarangeng juga tebal tapi enggak setebal ini," ucapnya.
Dari belasan ribu lembar berkas perkara, Taufik dan timnya memadatkan menjadi 121 halaman dakwaan. Dalam dokumen itu, surat dakwaan Irman dan Sugiharto dijadikan satu. "Karena berkaitan makanya jadi satu," ujar dia.
Juru bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan dalam surat dakwaan itu akan diuraikan perbuatan dan peristiwa yang terjadi selama proses pembahasan e-KTP. Salah satu yang ingin dibuktikan KPK, kata Febri, adalah soal adanya dugaan penyelewengan wewenang atau memperkaya diri sendiri maupun orang lain sehingga menyebabkan negara rugi Rp 2,3 triliun.
"Dengan kata lain ke mana aliran uang ini, kami akan kejar pengembalian kerugian negara," katanya.
Lembaga antirasuah memulai penyidikan korupsi e-KTP sejak menetapkan Sugiharto sebagai tersangka pada 22 April 2014. Dalam pengembangannya, KPK menetapkan Irman sebagai tersangka pada September 2016.
Melihat besarnya angka kerugian negara, KPK mengendus ada pihak-pihak lain yang ikut 'bancakan' duit korupsi. Di antaranya adalah kalangan politikus dan korporasi yang ikut menggarap proyek senilai Rp 5,9 triliun ini.