Hakim Konstitusi Patrialis Akbar ditetapkan sebagai tersangka penerima suap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi meringkusnya dalam operasi tangkap tangan. Dia diduga menerima suap terkait dengan sengketa Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK.
TEMPO.CO, Jakarta - Lima anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis, 2 Februari 2017. Mereka datang untuk memeriksa hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, yang diduga melanggar kode etik.
"Majelis Kehormatan harus mendapatkan kesimpulan meskipun Dewan Etik sudah rekomendasikan sesuatu," kata anggota MKMK, Bagir Manan, di KPK, Kamis, 2 Februari 2017. Selain Bagir, anggota Majelis Kehormatan yang hadir di KPK adalah Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Achmad Sodiki, Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violetta, dan As'ad Asaid Ali.
Patrialis diduga menerima suap untuk mempengaruhi putusan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014. Ia dicokok KPK setelah diduga memberikan salinan draf putusan gugatan uji materi kepada Kamaludin, rekan Patrialis yang menjadi perantara suap.
Majelis Kehormatan akan meminta dipertemukan dengan Patrialis. Selain itu, Majelis meminta KPK menunjukkan temuannya berkaitan dengan perkara suap ini. "Kami hanya minta yang kira-kira bisa digunakan untuk mengambil keputusan."
Menurut Bagir, Mahkamah Konstitusi menargetkan sidang etik Patrialis berakhir sebelum 7 Februari 2017. Ia berharap hari ini KPK memberikan izin kepada Majelis Kehormatan untuk memeriksa Patrialis. "Berbagai berupaya menempuh prosedur formal."
Mahkamah Konstitusi tetap akan memproses surat pengunduran diri Patrialis. Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu telah mengajukan surat pengunduran diri yang ditulis tangan pada 30 Januari 2017. "Temuan ini akan menentukan, apakah (Patrialis) diberhentikan dengan hormat atau tidak," ujar Bagir.
Sedangkan As'ad mengatakan, sejauh ini, Dewan Etik masih mengumpulkan bahan dan keterangan mengenai kasus ini. Majelis Kehormatan ke KPK untuk mencari informasi, apakah tindakan Patrialis merupakan pelanggaran berat atau tidak. "Kami tidak mau memasuki wilayah hukum."