Didesak Mundur karena Kasus Patrialis Akbar, Ketua MK Lanjut

Reporter

Jumat, 27 Januari 2017 19:21 WIB

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menyampaikan refleksi kinerja 2016 dan Proyeksi 2017 MK di Gedung MK, Jakarta, 29 Desember 2016. ANTARA FOTO

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat memastikan dirinya tetap memimpin MK. Desakan agar Arief mundur dari jabatannya sempat muncul setelah hakim konstitusi Patrialis Akbar ditangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Arief mengaku sempat berkonsultasi dengan beberapa guru besar bidang hukum, serta jajaran di MK dalam Rapat Permusyawaratan Dewan (RPH).

Baca: Kasus Patrialis Akbar, Mantan Ketua MK Ingatkan Integritas

"Saya sampaikan, apakah saya harus mundur atau tidak? Semua hakim sepakat mengatakan tidak," ujarnya saat jumpa pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, 27 Januari 2017.

Desakan meminta Arief mundur, salah satunya datang dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Mereka menilai Arief gagal menjaga kewibawaan MK.

"Kualitas putusan MK beberapa tahun terakhir membahayakan program pemberantasan korupsi," kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Tama S. Langkun di kantor ICW, Jumat, 27 Januari 2017.

Baca: Sekjen PAN: Kasus Patrialis Tak Ada Kaitan dengan Partai

Arief melanjutkan, masalah hukum yang menjerat Patrialis merupakan masalah personal, yang juga berkaitan dengan integritas. Ia mengaku bahwa pihak yang memilihnya sebagai Ketua MK masih percaya padanya.

"Ini (di masa) ketua siapa pun bisa terjadi. Itu (kasus Patrialis) tetap bisa terjadi, karena masing-masing hakim terlibat dalam pengambilan keputusan," ujar Arief.

Menurut Arief, draf keputusan sidang uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang kini dipermasalahkan itu dipegang oleh sembilan hakim MK.

Baca: Jika Suap Terbukti, MK Diminta Koreksi Putusan Patrialis

Patrialis kini ditetapkan tersangka oleh KPK atas dugaan suap yang berkaitan dengan uji materi perkara UU tersebut. Uji materi UU tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan itu diregistrasi pada 29 Oktober 2015 dengan nomor perkara 129/PUU-XIII/2015.

Menurut Arief, sidang uji perkara 129 itu terakhir dilakukan pada Mei 2016, setelah itu masih dilankukan beberapa kali RPH oleh MK. Putusannya sudah ada, dan menurut Arief akan dipublikasi pada 7 Februari 2017 nanti.

"Kalau dia (Patrialis) bawa draft keputusan itu ke mana-mana hanya Tuhan yang tahu apa yang terjadi," tutur Arief.

Dia menekankan bahwa peristiwa semacam operasi tangkap tangan Patrialis, tergantung dari aspek moralitas dan integritas setiap hakim MK.

YOHANES PASKALIS

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

10 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

12 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

20 jam lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya