Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian, usai menandatangani perpanjangan masa tahanan selama 40 hari kedepan, di Gedung KPK, Jakarta, 21 September 2016. Yan Anton diduga menerima suap sebesar Rp 1 Milyar, atas 'ijon' proyek pengadaan barang dan jasa untuk bantuan sekolah (Bansos) dan Bansos untuk bantuan bencana alam di Kabupaten Banyuasin. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Palembang - Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Feby Dwiyandospendy, menuntut terdakwa Zulfikar Muharrami dengan hukuman 2 tahun penjara dipotong masa tahanan, Kamis, 26 Januari 2016. Zulfikar dianggap jaksa terbukti menyuap Bupati Banyuasin nonaktif Yan Anton Ferdian Rp 7,4 miliar.
Menurut Feby, uang tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi Bupati, tapi juga mengalir ke kantong Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat Rp 2 miliar serta Rp 250 juta untuk tunjangan hari raya Kepolisian Daerah Sumatera Selatan. "Ada terduga-terduga yang ikut terseret, seperti Ketua DPRD dan polisi," kata Feby.
Feby menguraikan penyerahan fee proyek pengadaan tahun anggaran 2015. Menurut dia, terdakwa telah menyerahkan uang sesuai permintaan Yan Anton sebesar Rp 2 miliar. Selanjutnya uang yang diterima pada sekitar April atau Mei itu diserahkan kepada Ketua DPRD Banyuasin Agus Salam. "Uang diserahkan kepada Ketua DPRD dalam rangka mengamankan anggaran pemerintah," ujar Feby.
Sedangkan tunjangan hari raya untuk Polda Sumatera Selatan sebesar Rp 250 juta bersumber dari fee proyek pengadaan tahun anggaran 2016. Selanjutnya, Zulfikar melalui CV Rukun ditetapkan sebagai pelaksana proyek pengadaan alat pramuka zona 1.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa Bupati Yan Anton khawatir atas kasus penipuan Kepala Dinas Pendidikan Merki Bakri, yang tengah disidik Polda Sumatera Selatan. Yan meminta agar kasus tersebut diselesaikan dengan meminta lagi uang dari Zulfikar Rp 500 juta.
Pengacara Zulfikar, Rizka Fadli Saiman, mengatakan, pekan depan, pihaknya akan mengajukan pembelaan atas tuntutan jaksa. Menurut Rizka, kliennya sangat layak mendapat hukuman paling minimal karena dalam persidangan terbukti selalu diminta untuk menyiapkan dana oleh Yan Anton. "Klien kami pasif, dia hanya takut kalau-kalau tidak dapat proyek lagi," tuturnya seusai persidangan.