TEMPO.CO,Mataram – Sebanyak 25 unit bus rapid transit (BRT) mulai dioperasikan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin, 21 November 2016. Sebagai awal pengoperasian, selama 45 hari digratiskan bagi pelajar saat jam berangkat dan jam pulang sekolah. Di luar jam tersebut, termasuk penumpang umum, dikenai ongkos jauh-dekat Rp 4.000 per orang.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi NTN, Lalu Bayu Windya, penggartisan selama 45 hari dapat dilakukan karena memperoleh subsidi dari Kementerian Perhubungan. “Semua bus dan subsidinya merupakan bagian dari program BRT nasional,” katanya kepada Tempo.
Bayu menjelaskan, 25 unit BRT itu melintasi empat koridor. Pertama, di dalam kota, kedua dari pinggiran timur kota, yaitu Narmada-Selagalas-Senggigi. Ketiga, dari pinggiran utara kota, yaitu Gunung Sari-Udayana hingga Banyu Mulek di selatan. Keempat, Sayang-sayang-Gegutu-Jalan Bung Karno-Bung Hatta hingga Jalan Lingkar Selatan. Setiap koridor BRT melayani enam rit.
Bus yang masing-masing berkapasitas 75 orang itu merupakan bagian dari 1.050 unit BRT yang diberikan oleh Kementerian Perhubungan kepada 11 kota di Indonesia.
Bayu mengatakan, diperlukan 400 halte pada lintasan empat koridor BRT itu. Namun yang tersedia saat ini baru 36 halte. Di setiap halte, disiapkan stop bus dengan tangga pintu rendah, yang menjadi tempat naik dan turunnya penumpang. Stop bus juga dirancang bagi penyandang disabilitas.
Bayu mengatakan BRT bakal menggantikan angkutan kota, seperti bemo yang jumlahnya kian menyusut. Saat ini jumlah bemo kota di Mataram tidak lebih dari 40 unit. Bemo akan dijadikan feeder (transportasi pengumpan) dari lingkungan pemukiman ke halte BRT.
Peresmian beroperasinya BRT dilakukan oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat Muhammad Zainul Majdi. Zainul bersama Wali Kota Mataram Ahyar Abduh ikut mencoba menumpang BRT. Keduanya sepakat mendukung program BRT agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara berkesinambungan.