TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Front Pembela Islam (FPI) Munarman berseloroh menawarkan diri sebagai tersangka jika kepolisian memainkan isu dan tak tegas dalam mengungkap dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Pernyataan ini dilontarkan Munarman terkait kabar bahwa Buni Yani berpotensi sebagai tersangka karena menyebarkan video penistaan agama.
"Seolah-olah ini hanya urusan upload (unggah video)," kata Munarman saat konferensi pers bersama Buni Yani pada Senin, 7 November 2016. "Kalau mau mainkan isu jangan Buni Yani jadi tersangka, saya saja jadi tersangka."
Kata dia, Munarman bertanggung jawab penuh pada demonstrasi besar-besaran pada Jumat, 4 November lalu. Dia mengaku sebagai koordinator lapangan yang menggerakkan massa mendatangi Istana Negara. Pernyataan ini merespon tindakan kepolisian yang mengusut kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok.
Kata Munarman, ada beberapa kejanggalan saat polisi mengusut kasus tersebut. Satu di antaranya adalah gelar perkara kasus yang dibuka di muka publik. Kata dia, gelar perkara harusnya dijalankan secara tertutup dan hanya untuk internal kepolisian.
Dia menduga gelar perkara yang dilakukan polisi hanya untuk mengalihkan isu bahwa Ahok tak bersalah. Dia mendapat informasi bahwa pertanyaan dalam gelar perkara sudah diarahkan sebelumnya oleh pihak tertentu. Kemudian para ahli yang didatangkan akan menyatakan bahwa Ahok tak menistakan agama.
"Media akan meliput, masyarakat disuruh menilai, bahwa Ahok tidak bersalah, maka selesailah proses hukum ini," tutur Munarman. Menurut dia, seharusnya mekanisme gelar perkara adalah meminta keterangan terlapor dan mencari alat bukti. Jika alat bukti tak ditemukan, maka pimpinan kepolisian memerintahkan untuk mendalami penyelidikan hingga menemukan bukti baru.
Justru dia menganggap gelar perkara yang dilakukan kepolisian melangkahi kewenangan lembaga peradilan. Karena proses pembuktian seharusnya hanya bisa dilakukan oleh pengadilan. "Sekarang ngapain kita pakai pengadilan, bubarin saja."
Sebelumnya, Buni Yani, seorang dosen yang menyebarkan video dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku tak pernah mengedit video. Dia menegaskan video pernyataan Ahok soal Surat Al-Maidah 51 itu ia dapatkan dari media massa NKRI lalu ia bagikan.
"Saya dituduh memotong (video), itu saya dapatkan dari media NKRI, saya tidak mengedit video," kata Buni saat konferensi pers di Kantor Himpunan Advokat Muda Indonesia pada Senin, 7 November 2016. "Saya bukan yang pertama kalinya mengunggah video."