Koalisi Pemantau Peradilan bersama pimpinan KPK Alexander Marwata dan Saut Situmorang menggelar teatrikal menangkap monster mafia hukum di depan Gedung KPK, 26 Juli 2016. TEMPO/Danang
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengkaji hukum acara untuk memidanakan korporasi. Pembahasan dilakukan bersama Mahkamah Agung. "Mudah-mudahan sebelum akhir tahun ini sudah ada surat edaran Mahkamah Agung mengenai hukum acara pemidanaan korporasi itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di kantornya, Senin, 17 Oktober 2016.
Menurut Alex, pemidanaan korporasi sangat penting untuk menambah efek jera. Selama ini, KPK hanya menjerat direksi dan karyawan swasta saja. Pemidanaan terhadap korporasi bisa lebih berat ketimbang hanya menghukum karyawan perusahaan.
Ia mencontohkan, Siemens di Jerman pernah didenda US$ 1,6 miliar. Korporasi yang korupsi di Indonesia dimungkinkan didenda lebih dari kerugian negara.
KPK juga sedang mengkaji besaran denda yang bisa dijatuhkan kepada korporasi nakal. Besarannya bisa jadi lebih dari kerugian negara. “Bahkan lebih besar daripada dampak kerugian yang dihasilkan akibat korupsi itu sendiri,” ucapnya. Jumlahnya bisa ditentukan berdasarkan beberapa kasus yang dikaji.
Pemidanaan terhadap korporasi juga akan berlaku untuk badan usaha milik negara dan daerah. Bagi Alex, meski saham BUMN dan BUMD 100 persen dimiliki negara, mereka juga harus bertanggung jawab saat melakukan kesalahan, misalnya menyuap untuk menggarap proyek melalui kolaborasi dengan pihak swasta dan menggelembungkan nilai proyek. "Bagaimanapun ikut bertanggung jawab. Ini yang sedang kami usahakan."