TEMPO.CO, Ngawi - Majelis hakim Pengadilan Negeri Ngawi, Jawa Timur, menjatuhkan hukuman penjara kepada redaktur senior Radar Lawu, DP, 8 bulan. Vonis ini lebih ringan 4 bulan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut umum Farid Achmad.
“Terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 281 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” kata Endah Sri Andriati, ketua majelis hakim perkara tersebut, saat membacakan amar putusannya dalam sidang yang terbuka untuk umum, Rabu, 5 Oktober 2016.
Pasal tentang kejahatan terhadap kesusilaan yang dijadikan landasan hakim itu merupakan alternatif kedua dari dakwaan jaksa. Ancaman maksimal hukumannya 2 tahun 8 bulan penjara. Sedangkan pasal alternatif pertamanya adalah Pasal 289 KUHP dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara. Alternatif ketiga adalah Pasal 281 ke-2 KUHP.
Menurut Endah, ada alasan yang memberatkan bagi terdakwa, di antaranya melanggar kesusilaan dan menyalahgunakan wewenang. Adapun hal yang meringankan karena terdakwa bersikap sopan selama persidangan, memiliki tanggungan keluarga, dan istrinya sedang hamil.
Dalam persidangan terungkap pelecehan terhadap wartawan magang ini berlangsung sejak Januari hingga awal Maret 2016. Kasus tersebut terjadi ketika korban sedang mengetik berita di kantor Jawa PosRadar Lawu. Terdakwa berulang kali memegang punggung hingga mengenai payudara serta menempelkan pipi dan kepalanya dari belakang. "Alasannya untuk membenarkan dan memberikan petunjuk kepada korban yang sedang bekerja," ujar Endah.
DP menyatakan pikir-pikir atas putusan majelis hakim. Sikap serupa disampaikan jaksa penuntut umum Farid dalam persidangan. Farid menyatakan, setelah vonis terhadap terdakwa dijatuhkan, tim Kejaksaan Negeri Ngawi yang terlibat akan berkoordinasi. "Selain itu, melaporkan ke pimpinan terlebih dulu," ucapnya.
Beberapa saat setelah kasus ini mencuat dan ditangani aparat penegak hukum, D dan DP tidak bekerja lagi di Jawa Pos Radar Lawu. Kontrak kerja D habis dan tidak diperpanjang manajemen perusahaan. Sedangkan DP mengundurkan diri.