Para pimpinan desa adat di Bali melakukan ritual mapekelem di kawasan Teluk Benoa memohon restu agar rencana reklamasi PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) dibatalkan, 1 Oktober 2016. TEMPO/Bram Setiawan
TEMPO.CO, Kuta - Masyarakat Adat Bali yang menolak reklamasi Teluk Benoa menggelar ritual Mapekelem di lima titik arah mata angin kawasan teluk itu. Mereka yang tergabung dalam Pasubayan Desa Adat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa ingin rencana reklamasi Teluk Benoa dibatalkan.
Koordinator Pasubayan I Wayan Swarsa mengatakan ritual Mepekelem dilakukan bertepatan dengan hari tilem ketiga dalam penanggalan Bali. "Kami Pasubayan mengadakan suatu bentuk yadnya mapekelem menyembelih kucit (anak babi) di masing-masing titik," katanya seusai melakukan persembahyangan di kawasan Teluk Benoa, Sabtu, 1 Oktober 2016.
Ia menjelaskan, dalam keyakinan umat Hindu Bali, laut merupakan sumber energi. Ritual mapekelem, ujar dia, sebagai bentuk permohonan restu kepada alam semesta. "Pada saat kami ingin menyelamatkan pesisir dari segi keyakinan kami menghidupkan energi itu," kata dia. "Kami ingin mengharmoniskan energi semesta yang ada di laut."
Swarsa menuturkan perjuangan menolak reklamasi di Teluk Benoa adalah perjuangan sekala (fisik) dan niskala (tak berwujud). Aspek sekala, kata dia, diperlihatkan melalui demonstrasi turun ke jalan menyuarakan penolakan.
"Ini ranah perjuangan Adat Bali, tentu niskala salah satu bentuknya yang menambah motivasi kami. Manusia ini kan memiliki keterbatasan, jadi alam yang kami selamatkan adalah alam yang tidak terbatas," kata Bendesa Adat Kuta itu.
Saat ritual mapekelem hampir usai, Jero Mangku yang memimpin ritual dan beberapa warga yang ikut persembahyangan mengalami kerauhan. "Itu suatu bentuk respons yang dasarnya adalah bakti, jadi ada sesuatu di luar penalaran manusia yang kita akui," katanya.
Adapun Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) I Wayan 'Gendo' Suardana yang ikut dalam persembahyangan mengatakan semangat menolak reklamasi akan terus tumbuh. "Sesuai dengan komitmen, perjuangan tidak akan selesai sampai proyek reklamasi dibatalkan,: kata dia. "Kami percaya bahwa Presiden masih berpihak pada gerakan rakyat."
Suardana mengaku masih menunggu momentum, setidaknya peninjauan ulang Peraturan Presiden Nomor 51 tahun 2014. Peraturan itu merupakan perubahan rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.