Sejumlah kendaraan melintasi genangan sesudah hujan di Jalan Budi Utomo, Jakarta, 16 Juli 2016. Hujan deras yang mengguyur di Ibu kota menyebabkan sejumlah ruas jalan tergenang. ANTARA/Wahyu Putro A
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho memprediksi curah hujan di Sumatera dan Jawa bagian barat akan meningkat. Hal ini terjadi karena adanya La Nina yang sudah terdeteksi sejak awal Agustus lalu. “La Nina diprediksi bertahan hingga awal 2017,” kata Sutopo melalui keterangan tertulis, Jumat, 2 September 2016.
Selain La Nina, BNPB memperkirakan adanya fenomena dipole mode negatif atau anomali berupa bertambahnya pasokan air di wilayah Indonesia bagian barat sejak Mei 2016. Fenomena ini diprediksi akan bertahan hingga November 2016. Kondisi anomali suhu muka laut yang hangat juga akan terjadi di sekitar perairan Indonesia.
Adapun musim kemarau basah diprediksi akan berlangsung sampai September di sebagian besar wilayah Indonesia. Sebaliknya, Pulau Jawa, Sulawesi bagian timur, Papua bagian tengah dan Kalimantan, serta Sumatera bagian selatan diprediksi akan mengalami kenaikan curah hujan hingga 200 persen.
Kombinasi antara La Nina, dipole mode, dan anomali suhu muka air laut yang hangat memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan bencana di Indonesia. Pada periode ini, terhitung sejak 1 Januari hingga 1 September 2016, terdapat 1.495 kejadian bencana di Indonesia yang menyebabkan 257 orang meninggal dunia. Tak hanya itu, sebanyak 2,86 juta orang menderita dan mengungsi, serta ribuan rumah rusak. “Lebih dari 95 persen bencana tersebut adalah bencana hidrometeorologi yang dipengaruhi cuaca,” ujar Sutopo.
Sutopo menjelaskan, bencana alam yang paling berisiko atas fenomena alam ini adalah tanah longsor. Hingga 1 September, BNPB mencatat terjadi 323 kali longsor di Indonesia. Akibatnya, sebanyak 126 orang meninggal dunia serta 18.655 jiwa menderita dan mengungsi. BNPB juga mencatat 535 kali bencana banjir yang berdampak pada 70 orang meninggal serta 1,94 juta jiwa menderita dan mengungsi.