Calon Hakim Agung Ibrahim saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan dihadapan Komisi III DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 29 Agustus 2016. Komisi III DPR menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) pada lima calon hakim agung (CHA) dan dua calon hakim adhoc tindak pidana korupsi (Tipikor) yang diserahkan Komisi Yudisial (KY). TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat memilih tiga nama hakim agung. Mereka adalah Ibrahim, Panji Widagdo, dan Edi Riadi. Ketua Komisi Hukum Bambang Soesatyo mengatakan tiga nama itu adalah hasil musyawarah sepuluh fraksi di Komisi Hukum DPR.
"Ada beberapa catatan yang akan kami kembalikan kepada Komisi Yudisial. Yang pasti masalah integritas dan profesi," ucap Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2016.
Menurut Bambang, pembahasan calon hakim agung berjalan alot. Beberapa fraksi menyebutkan tujuh calon yang ada tidak memenuhi syarat uji kelayakan dan kepatutan. Bambang tak menyebut fraksi yang dimaksud. Namun Bambang menilai tiga hakim terpilih memenuhi syarat uji kelayakan dan kepatutan.
Bambang menuturkan beberapa anggota Komisi Yudisial meragukan hasil keputusan itu. "Intinya, kami menghargai kerja keras KY. Namun inilah hasil maksimal yang bisa kami hasilkan di Komisi III," ujar politikus Partai Golongan Karya ini.
Adapun Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaedi Mahesa menyatakan parlemen sangat berhati-hati dalam memilih hakim agung. "Ada orang yang pintar tapi kami ragukan integritasnya," ujarnya. Desmond menyebutkan tiga hakim agung terpilih adalah yang terbaik dari tujuh calon yang ada.
Desmond berharap tiga orang tersebut memberi gairah baru di Mahkamah Agung. Hasil pilihan Komisi Hukum itu bakal dibawa ke rapat paripurna. "Akan kami dibawa dalam paripurna dalam waktu dekat," kata Desmond.
Sosialisasi Empat Pilar MPR, Bamsoet Ingatkan Sisi Gelap Kemajuan Teknologi
12 jam lalu
Sosialisasi Empat Pilar MPR, Bamsoet Ingatkan Sisi Gelap Kemajuan Teknologi
Hasil survei Digital Civility Index oleh Microsoft tahun 2020, menempatkan Indonesia sebagai negara yang paling 'tidak sopan' di kawasan Asia Tenggara.