Korupsi Tambang Pasir Lumajang,Terdakwa Baca Pembelaan
Editor
MC Nieke Indrietta Baiduri
Selasa, 30 Agustus 2016 04:10 WIB
TEMPO.CO, Lumajang - Dua terdakwa kasus korupsi tambang pasir besi Lumajang, Lam Chong San dan Raden Abdul Gofur, akan membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Selasa, 30 Agustus 2016. Keduanya sudah mendengar tuntutan tim jaksa penuntut dari Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada pekan lalu. "Ada 182 lembar," kata Indiantoro, kuasa hukum Lam Chong San, saat dihubungi Tempo.
Adapun Lam Chong San, yang merupakan Direktur Utama PT Indonesia Modern Mining Sejahtera (IMMS), dalam sidang pekan lalu dituntut 18 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 79 miliar. Apabila dalam waktu sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap dia tidak membayar uang pengganti itu, harta bendanya akan disita dan dilelang. Kalaupun harta benda yang ada tidak cukup membayar uang pengganti, terdakwa bakal menjalani hukuman penjara selama 9 tahun 3 bulan.
Indiantoro menuturkan kliennya akan membaca pembelaan berupa tulisan tangan sendiri. Menurut dia, tim kuasa hukum dan terdakwa akan membacakan masing-masing pembelaannya.
Mufid, kuasa hukum Abdul Gofur yang juga terdakwa kasus korupsi tambang pasir besi Lumajang, mengatakan hal serupa. Gofur merupakan bekas sekretaris tim amdal. Dalam sidang tuntutan pekan lalu, Gofur dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan penjara. "Nota pembelaannya sebanyak 60 lembar," ujar Mufid.
Selain menjerat Lam Chong San dan Raden Abdul Gofur, kasus korupsi tambang ini juga menjerat dua tersangka lain. Mereka masih dalam penyidikan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Dua orang tersebut adalah Ninis Rindhawati, Kepala Bagian Perekonomian Pemerintah Kabupaten Lumajang dan Abdul Rahem Faqih, dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Brawijaya, Malang, yang juga menjabat Wakil Direktur CV Lintas Sumberdaya Lestari.
Berdasarkan hasil penyidikan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Ninis diketahui melakukan kesalahan karena mengeluarkan izin penambangan PT IMMS. Saat Ninis memimpin Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lumajang pada 2010, PT IMMS mengajukan izin usaha pertambangan-operasi produksi (IUP-OP) di Blok Dampar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Sebagai ketua penilai Amdal, Ninis seharusnya tidak meloloskan amdal PT IMMS. Sebab, perusahaan itu tidak memiliki dokumen-dokumen pendukung dan izin-izin yang diperlukan, di antaranya izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). Kenyataannya, PT IMMS tetap menambang pasir di kawasan hutan seluas 1.195, 856 hektare mulai 2010 hingga 2014. Sedangkan lahan yang digunakan merupakan kawasan hutan milik Perhutani. Akibatnya, negara rugi Rp 79 miliar.
DAVID PRIYASIDHARTA