TEMPO.CO, Makassar - Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Anton Charliyan menyatakan Ajun Komisaris Arivalianto Bermuli terancam dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Satuan Narkoba Kepolisian Resor Jeneponto. "Tinggal menunggu hasil penyelidikan oleh bagian Profesi dan Pengamanan," kata Anton kepada wartawan, Senin, 29 Agustus 2016.
Anton mengatakan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi Polda Sulawesi Selatan sedang membahas nasib Arivalianto. Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi, kata dia, akan mengkaji kemungkinan Arivalianto masih layak dipertahankan dari jabatannya atau dicopot sama sekali. "Kalau temuan Propam menyebutkan dia bersalah maka akan langsung dicopot," ujar Anton.
Menurut Anton, masih banyak perwira yang mampu mengemban amanah sebagai Kepala Satuan Narkoba. Meski begitu, kata dia, pihaknya tetap melalui prosedur menurut aturan. "Tetap akan dicermati tindakan yang bersangkutan sudah sesuai prosedur atau tidak," katanya.
Arivalianto diduga telah menembak seorang panitera Pengadilan Negeri Jeneponto, Andi Burhan, 43 tahun. Insiden itu terjadi saat Arivalianto hendak melerai pertikaian antarwarga di sebuah kafe di Jeneponto pada Jumat dinihari, 26 Agustus 2016.
Menurut Anton, hasil olah tempat kejadian menyebutkan peluru yang bersarang di tubuh korban tidak langsung ditembakkan. "Peluru itu memantul di atas tiang besi lalu mengarah ke lantai sebelum mengenai korban," ujar mantan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri ini.
Anton mengatakan situasi tidak dapat terkendali sehingga Arivalianto melepaskan tembakan peringatan. Anton mengatakan kedua kelompok warga sama-sama telah mengeluarkan senjata tajam. "Apalagi korban juga saat itu dalam kondisi mabuk," ujarnya.
Burhan masih belum menjalani operasi pengangkatan proyektil. Istri Burhan, Hernawati, mengaku khawatir bila proyektil itu lama bersarang akan memperburuk kondisi suaminya. "Kami juga belum mendapat kepastian kapan operasi dilakukan," ujar ibu empat anak ini.
Keluarga, kata dia, meminta agar Burhan segera ditunjuk bila tim dokter rumah sakit tidak mampu melakukan operasi. "Kami jangan diminta menunggu tanpa kejelasan tindakan medis," imbuh Hernawati.