Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama/Ahok saat menjawab pertanyaan wartawan di balai kota DKI Jakarta. TEMPO/RIdian Eka Satura
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi meminta Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk melengkapi berkas permohonan gugatannya tentang cuti kampanye. Anggota hakim, I Gede Dewa Palguna, meminta Ahok menjelaskan kedudukannya dalam memohon gugatan, apakah sebagai perorangan atau sebagai Gubernur.
Selain itu, Ahok juga diminta menguraikan secara jelas kerugian konstitusional yang dialaminya. Juga gugatannya terkait apa dalam Pasal 70 ayat 3 UU Pilkada. Menanggapi hal itu, Ahok mengaku akan memperbaikinya dalam dua hari.
"Tadi ada beberapa yang harus diperbaiki. Saya targetkan dua hari saya bisa masukkan kembali. Tidak perlu tunggu 14 hari," kata Ahok di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin, 22 Agustus 2016.
Ahok mengatakan akan menyusun kerugian konstitusional yang diminta majelis hakim dalam sidang perdananya. Juga keuntungan yang dia dapat bila permohonannya dikabulkan. "Makanya nanti saya akan susun. Tenang saja sudah," ujarnya.
Ahok melayangkan gugatan pada awal Agustus 2016. Dia mempermasalahkan aturan yang mewajibkan kepala daerah cuti selama masa kampanye pilkada. Ahok ingin agar cuti bukan kewajiban tetapi pilihan. Dia mengaku lebih suka tidak cuti dalam rangkaian pemilihan Gubernur Jakarta pada September 2016 sampai Februari 2017 dengan alasan bentrok dengan pembahasan anggaran daerah.
Ahok khawatir, rancangan anggaran yang sedang ia susun diubah dalam pembahasan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta. Jika dia cuti, perencanaan anggaran mesti diserahkan kepada pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta. Padahal, menurut Ahok, ada kemungkinan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat dan Sekretaris Daerah Jakarta Saefullah juga harus cuti karena mengikuti pilkada.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Ahok menyampaikan bahwa ia ingin Pasal 70 ayat 3 UU Pilkada yang mengatur soal cuti selama masa kampanye ditafsirkan sebagai hak yang sifatnya opsional. Sebab, dia merasakan ketidakadilan untuk dipaksa cuti kampanye selama 4 bulan, sedangkan dia diamanatkan dalam UUD 1945 untuk menjalankan pemerintahan yang demokratis.