Koalisi Anti Mafia Hutan Minta PT NSP Hormati Putusan Hakim

Reporter

Editor

Juli Hantoro

Jumat, 12 Agustus 2016 07:20 WIB

Ilustrasi upaya pemadaman kebakaran hutan. ANTARA/Nova Wahyudi

TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Anti Mafia Hutan mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terhadap PT National Sago Prima (NSP). Perusahaan swasta itu dinyatakan bertanggung jawab atas kebakaran lahan yang terjadi di sejumlah lokasi di Riau.

“Putusan majelis memberi harapan baru dalam penegakan hukum kasus lingkungan. Walaupun ada dissenting opinion dari hakim anggota, tak memengaruhi isi putusan,” begitu bunyi pernyataan tertulis koalisi tersebut, Kamis, 11 Agustus 2016.

Koalisi pun mengimbau NSP menghormati putusan tersebut, meski masih terdapat peluang untuk upaya hukum terhadap putusan yang masih tingkat pertama itu. Dalam keterangan tersebut pun dicantumkan bahwa kuasa hukum KLHK, Patra M. Zen, menyatakan putusan itu sebagai penanda agar kebakaran lahan tidak berulang.

Majelis Hakim, lewat amar putusan perkara nomor 591/Pdt.15/2015/PN.JKTSel, memberi sanksi pada PT NSP berupa pembayaran ganti rugi atas kerusakan ekologis, dan hilangnya keuntungan ekonomi sebesar kurang lebih Rp 319 miliar rupiah. NSP pun diminta melakukan pemulihan lahan hutan seluas lebih dari 3.000 Hektar dengan total biaya pemulihan sekitar Rp 753 miliar.

“Ditambah biaya perkara, total kerugian yang dibebankan kepada PT NSP sekitar Rp 1 triliun,” ujar Koalisi tersebut.

Menurut mereka, nilai tersebut jauh lebih tinggi, dibanding nilai ganti rugi yang ada pada putusan kasus kebakaran hutan sebelumnya.

Koalisi Anti Mafia Hutan menyatakan diri akan mengawal tahap hukum lanjutan yang akan ditempuh NSP. Mereka pun mendesak KLHK memproses perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan pada 2015. “Kami mendesak KLHK mengambil alih 15 korporasi yang diduga bertanggung jawab, juga agar segera diproses secara pidana dan perdata.”

Koalisi pun mendesak presiden menerbitkan Peraturan Presiden, usai putusan MK No 18/PUU-XII/2014 yang terkait perubahan pasal 95 ayat 1 Undang Undang Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Berdasarkan putusan tersebut, pelaku tindak pidana lingkungan hidup termasuk harus ditindak secara terpadu, oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), polisi, kejaksaan, di bawah koordinasi Menteri LHK.

“Terbitnya perpres ini dapat menghindari surat perintah penghentian penyidikan (SP3), seperti pada kasus kebakaran hutan di Riau,” kata Koalisi.

Sejumlah organiasi yang tergabung dalam Koalisi Anti Mafia Hutan, antara lain Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL), Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), dan Riau Corruption Trial.

YOHANES PASKALIS

Berita terkait

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

12 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

Pertama di Dunia, Yunani Berikan Liburan Gratis sebagai Kompensasi Kebakaran Hutan 2023

20 hari lalu

Pertama di Dunia, Yunani Berikan Liburan Gratis sebagai Kompensasi Kebakaran Hutan 2023

Sebanyak 25.000 turis dievakuasi saat kebakaran hutan di Pulau Rhodes, Yunani, pada 2023, mereka akan mendapat liburan gratis.

Baca Selengkapnya

BNPB Ingatkan Banyaknya Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera

45 hari lalu

BNPB Ingatkan Banyaknya Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di Sumatera

Dari data BNPB, kasus kebakaran hutan dan lahan mulai mendominasi di Pulau Sumatera sejak sepekan terakhir.

Baca Selengkapnya

Risiko Karhutla Meningkat Menjelang Pilkada 2024, Hotspot Bermunculan di Provinsi Rawan Api

48 hari lalu

Risiko Karhutla Meningkat Menjelang Pilkada 2024, Hotspot Bermunculan di Provinsi Rawan Api

Jumlah titik panas terus meningkat di sejumlah daerah. Karhutla tahun ini dinilai lebih berisiko tinggi seiring penyelenggaraan pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Penugasan Jokowi, BMKG Bentuk Kedeputian Baru Bernama Modifikasi Cuaca

50 hari lalu

Penugasan Jokowi, BMKG Bentuk Kedeputian Baru Bernama Modifikasi Cuaca

Pelaksana tugas Deputi Modifikasi Cuaca BMKG pernah memimpin Balai Besar TMC di BPPT. Terjadi pergeseran SDM dari BRIN.

Baca Selengkapnya

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

50 hari lalu

Tentang Musim Kemarau yang Menjelang, BMKG: Mundur dan Lebih Basah di Banyak Wilayah

Menurut BMKG, El Nino akan segera menuju netral pada periode Mei-Juni-Juli dan setelah triwulan ketiga berpotensi digantikan La Nina.

Baca Selengkapnya

Mendagri Tito Karnavian Minta Pemda Susun Regulasi Terkait Karhutla

50 hari lalu

Mendagri Tito Karnavian Minta Pemda Susun Regulasi Terkait Karhutla

Regulasi dinilai penting karena akan mempengaruhi perumusan program dan anggaran penanganan kebakaran.

Baca Selengkapnya

Para Menteri Sudah Rapat Kebakaran Hutan dan Lahan, Ancang-ancang Hujan Buatan

50 hari lalu

Para Menteri Sudah Rapat Kebakaran Hutan dan Lahan, Ancang-ancang Hujan Buatan

Saat banyak wilayah di Indonesia masih dilanda bencana banjir, pemerintah pusat telah menggelar rapat koordinasi khusus kebakaran hutan dan lahan.

Baca Selengkapnya

Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

55 hari lalu

Suhu Udara Global: Bumi Baru Saja Melalui Februari yang Terpanas

Rekor bulan terpanas kesembilan berturut-turut sejak Juli lalu. Pertengahan tahun ini diprediksi La Nina akan hadir. Suhu udara langsung mendingin?

Baca Selengkapnya

Kebakaran Hutan Kerap Terjadi di Sumatera dan Kalimantan, Ini Cara Antisipasi Karhutla

3 Maret 2024

Kebakaran Hutan Kerap Terjadi di Sumatera dan Kalimantan, Ini Cara Antisipasi Karhutla

Kebakaran hutan kerap terjadi di beberapa daerah di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Bagaimana cara mengantisipasinya?

Baca Selengkapnya