TEMPO Interaktif, Banda Aceh:Kelompok Kerja Advokasi Hutan Aceh (KKAHA) menilai diperlukan intervensi politik dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengefektifkan pemberantasan pembalakan liar di Aceh, seperti yang pernah dilakukan di Papua yang dimandatkan dalam Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2005."Pembalakan liar bukanlah masalah baru, kalau tidak ada langkah konkret untuk memberantasnya secara efektif, Aceh akan tetap terus menghadapi masalah ini," kata Akmal, Koordinator Tim Investigasi Kelompok Kerja Advokasi Hutan Aceh, di Banda Aceh, kemarin.Kelompok Kerja Advokasi Hutan Aceh adalah gabungan beberapa LSM lingkungan yang terdiri dari WWF-Indonesia, FFI (Flora Fauna Indonesia), Conservation International (CI), Yayasan Pena (Peuduli Nanggroe Aceh), Mapayah (Masyarakat Penyayang Alam dan Lingkungan Hidup), JAKAD Leuser dan Econa.Menurut Akmal, pemerintah provinsi, aparat keamanan dan berbagai pihak harus menjadikan pemberantasan pembalakan liar sebagai bagian utama dari agenda mendukung terealisasinya Aceh sebagai provinsi hijau. Kemudian juga menjadikannya salah satu indikator dari keberhasilan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh.Kelompok Kerja Advokasi Hutan Aceh menilai sejauh ini pemerintah bersama aparat telah melakukan operasi pemberantasan pembalakan liar seperti di Singkil dan Aceh Tenggara. Tetapi, sampai saat ini upaya tersebut tidak cukup dan belum terkoordinasi dengan baik, sehingga kasus-kasus serupa masih kerap terjadi."Kita menghargai upaya tersebut, termasuk upaya kepolisian yang menjadikan pembalakan liar sebagai agenda utama, tetapi terlibatnya oknum militer dan pejabat sipil dalam kasus pembalakan liar juga harus menjadi perhatian," tambah Akmal.Adi Warsidi