Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek mengendong balita, Indira Alifa Audy Prasetyo (3 bulan) putri dari Risna Agustina yang diduga menerima vaksin palsu di Klinik Bidan M Elly Novita S di Ciracas, Jakarta Timur, 30 Juni 2016. Kementerian Kesehatan memberikan vaksin ulang secara gratis kepada Balita yang diduga menerima vaksin palsu. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sitanggang mengatakan pihaknya tengah mendata anak korban vaksin palsu untuk diperiksa kesehatannya. "Jika menurut pedoman imunisasi, harus divaksinasi ulang," ucapnya di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 14 Juli 2016
Linda menuturkan fasilitas kesehatan telah memiliki data base yang lengkap, baik secara manual maupun komputer. Ia yang juga ketua satuan tugas (Satgas) penanggulangan vaksin palsu ini menambahkan akan bekerja selama 120 hari, terhitung sejak 1 Juli 2016.
Sebelumnya pada penelusuran awal, diketahui salah bidan bernama Manogu Elly Novita telah memberi vaksin palsu terhadap 48 anak. Selain itu diketahui pula ada 197 balita yang terindikasi menerima vaksin palsu dari sebuah klinik di Ciracas, Jakarta Timur.
Kementerian Kesehatan pun telah membuka data mengenai rumah sakit atau klinik serta bidan yang menggunakan vaksin palsu. Diketahui ada 14 fasilitas kesehatan dan delapan bidan yang menggunakan vaksin palsu.
Anggota Komisi Kesehatan dari Fraksi Partai Amanat Nasional Saleh Daulay meminta masa tugas Satgas diperpanjang bila belum dapat menyelesaikan vaksinasi ulang. "Masa kerja satgas tiga bulan lagi, apa cukup waktunya," katanya.
Pada Juli 2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa vaksin pertama untuk mencegah demam berdarah tersedia untuk masyarakat di seluruh dunia yang berusia 9 sampai 60 tahun. Ini berita baik bagi Indonesia, tempat demam berdarah mempengaruhi lebih dari 120 ribu orang dengan beban biaya US$ 323 juta (sekitar Rp 4,3 triliun) setiap tahun.