Aher Minta Polisi Usut Vaksin Palsu di Jawa Barat
Editor
Dewi Rina Cahyani
Jumat, 24 Juni 2016 23:01 WIB
TEMPO.CO, Bandung -Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus temuan vaksin palsu yang salah diduga juga beredar di wilayahnya. “Kalau sudah terbongkar begini kita serahkan ke polisi, usut, mana saja yang pernah menggunakan, jangan-jangan ada yang kecolongan,” kata dia di Bandung, Jumat, 24 Juni 2016.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengaku belum menerima laporan soal dugaan peredaran vaksin palsu di wilayahnya. Dinas Kesehatan sudah mengambil tindakan yang diperlukan menelusuri dan mencegahnya. “Tanpa perlu instruksi sudah pada paham. Belum ada laporan,” kata dia.
Menurut Aher, pengguna vaksin selama ini kalangan khusus seperti rumah sakit atau petugas pemerintah yang mempunyai pekerjaan berakitan dengan vaksin. Dia meminta dengan temuan kasus vaksi palsu itu agar ekstra hati-hati membelinya. “Kalau hati-hati Insya Allah gak ada yang jebol. Yang namanya beli (vaksin) begitu dari dana pemerintah pasti dari tender, ada mekanismenya, pasti pakai penelitian gak seperti beli gorengan di pinggir jalan,” kata dia.
Aher meminta petugas kesehatan agar mengetatkan lagi proses penyediaan vaksin. Dia meminta agar penyediaan vaksin diambil dari produsen yang sudah jelas, diantaranya Bio Farma.
Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menentang dan tidak menoleransi peredaran vaksin palsu belakangan ini. “Ini membahayakan kesehatan,” katanya dalam konferensi pers di kantor Kementerian Kesehatan, Jumat, 24 Juni 2016.
Ada lima jenis vaksin palsu yang beredar, yaitu Tubercullin, Pediacel, Tripacel, Harfix, dan Biosef. Kasus ini ditemukan di DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. "Kami sudah perintahkan jajaran kami untuk mengusut kasus ini,” kata Nila.
Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan belum mendapatkan laporan dari masyarakat yang terkena dampak dari vaksin palsu. Menurut Nila, cairan infus dampaknya tidak berat, jumlah yang disuntikkan hanya setengah mililiter. Pemerintah pun akan memberikan imunisasi ulang.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Ahyani Raksanagara mengatakan peredaran vaksin imunisasi dasar untuk bayi usia satu tahun selama ini hanya ditangani pemerintah. Misalnya vaksin seperti BCG untuk mencegah tuberkulosa, Hepatitis B, polio, difteri, tetanus, dan pertussis, serta campak.
Vaksin tersebut berasal dari Kementerian Kesehatan ke Dinas Kesehatan untuk disebar ke Puskesmas, juga dokter dan klinik yang meminta. Vaksin itu gratis. “Sesuai program, pemerintah daerah tidak boleh membeli vaksin sendiri selain Kementerian,” kata Ahyani, Jumat, 24 Juni 2016.
Selain itu, ujarnya, ada vaksin non-program pemerintah yang peredarannya tidak ditangani Kementerian dan Dinas Kesehatan. Vaksin tersebut dijual beli lewat distributor dengan pengawasan produk oleh Badan Pemeriksa Obat dan Makanan. “Tempat praktik dokter umum, rumah sakit, bisa membeli vaksin itu,” ujar Ahyani.
Kepolisian telah menangkap sedikitnya sepuluh orang pihak produsen dan distributor vaksin palsu. Kabarnya penjualannya telah ke beberapa puskesmas dan klinik swasta. Keuntungan dari vaksin palsu ini adalah harganya lebih murah daripada vaksin asli, dengan kualitas isi dan manfaat yang meragukan bagi pengguna vaksin.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal Agung Setya mengatakan, pelaku sudah membuat berbagai jenis vaksin palsu itu sejak 2003. Keuntungan per minggu sekitar Rp 20-25 juta.
AHMAD FIKRI | ANWAR SISWADI