Kampus ISI Yogya & Warga Bantul Tolak Gerakan HTI
Editor
Amri mahbub al fathon tnr
Jumat, 17 Juni 2016 16:34 WIB
TEMPO.CO, Bantul - Mahasiswa, dosen, dan alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta menolak penyebaran ideologi organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dinilai mengganggu kreativitas dan pengembangan keilmuan kampus itu. Setidaknya 300-an mahasiswa, dosen, dan alumnus ISI menggelar aksi menolak HTI di halaman rektorat Kampus ISI, Jumat siang, 17 Juni 2016.
Penggagas aksi itu di antaranya alumnus ISI yang menjadi dosen Institut Kesenian Jakarta, Tomy Widiyatno Taslim. Mereka juga bergerak bersama masyarakat Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, dengan menghadirkan Lurah Desa Sewon, Wahyudi.
Mereka membentangkan spanduk ISI tolak HTI dan memasang lambang Pancasila. Ada acara menggelar salawatan, mengumandangkan lagu Indonesia Raya, dan memanjatkan doa. Selain itu, ada seniman yang menggelar aksi teatrikal mengecat tubuh berkarakter gambar Pancasila. Seniman Yustoni Voluntero mengenakan sarung dan kopiah berorasi menolak penyebaran gerakan khilafah di ISI.
Rektor ISI Yogyakarta, Agus Burhan, turut hadir untuk memberikan pernyataan sikap rektorat. Isinya adalah rektorat akan segera mengeluarkan surat keputusan larangan organisasi masyarakat dan partai politik untuk menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. "Bukan hanya HTI, melainkan juga semua ormas dan parpol tidak boleh masuk kampus," kata Burhan di Kampus ISI Yogyakarta, Sewon, Bantul.
Menurut Burhan, penyebaran ideologi HTI kerap mengganggu kegiatan kemahasiswaan, pengembangan bidang ilmu, perkuliahan, dan menghambat kreativitas. Gerakan khilafah yang membatasi kebebasan berekspresi seperti itu, kata Burhan, tidak sejalan dengan pengembangan bidang keilmuan ISI Yogyakarta.
Penyebaran ideologi tersebut muncul di ruang-ruang kuliah melalui dosennya. Sejumlah pengajar bahkan tidak mau mengampu mata kuliah yang menggambarkan manusia.
Tak hanya di kelas, tapi kajian tentang khilafah juga berlangsung di Masjid Al-Mukhtar, Kampus ISI. Agus Burhan menyebut, kegiatan ibadah di masjid itu didominasi kelompok tertentu. Ini menggambarkan situasi kampus yang tidak sehat.
Burhan menyebut penyebaran gerakan khilafah tak hanya di ISI, tapi juga juga di Universitas Islam Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Agus dan timnya sedang melakukan perbaikan dan restrukturisasi pengurus Masjid Al-Mukhtar sebagai langkah mengatasi penyebaran gerakan khilafah lebih meluas. "Untuk dosen yang menyebarkan ajaran-ajaran HTI, kami sedang melakukan pencermatan sesuai dengan Undang-Undang Dosen dan Guru," kata Burhan.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa ISI Yogyakarta, Caki Arok Subagyo, mengatakan sekelompok orang yang berafiliasi dengan Hizbut Tahrir Indonesia berbahaya karena organisasi itu merupakan gerakan transnasional yang mengusung khilafah dan anti-Pancasila. "Gerakan HTI tidak menghargai tradisi, atmosfer, karakter, dan kearifan-kearifan lokal yang selama ini tumbuh subur di lingkungan ISI Yogyakarta," katanya.
Untuk itu, mereka yang menggelar aksi mendorong pejabat ISI Yogyakarta segera menerbitkan surat keputusan yang melarang segala aktivitas HTI di lingkungan kampus. Mereka juga mengajak seluruh pemangku kepentingan di ISI Yogyakarta melawan segala bentuk gerakan, baik individu maupun kelompok yang anti-Pancasila di lingkungannya masing-masing.
SHINTA MAHARANI