Dewan Pers: Jawa Timur 4 Besar Jumlah Aduan Keberatan Berita

Reporter

Sabtu, 28 Mei 2016 18:19 WIB

Dewan Pers. Foto: dewanpers.or.id

TEMPO.CO, Malang - Anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, mengatakan Jawa Timur masuk empat besar provinsi dengan jumlah aduan ketidakpuasan atas pemberitaan pers terbanyak, yakni 824.

Namun, dari sisi kualitas, produk pers Jawa Timur menempati urutan kedua. "Perusahaan pers di Jawa Timur kualitasnya bagus, tapi aduannya juga besar," ujar Imam dalam diskusi di sela kegiatan “Bazar Media Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Malang”, Sabtu, 28 Mei 2016.

Dewan Pers, tutur dia, juga menerima 250 aduan keberatan atas pemberitaan media. Aduan terbanyak berasal dari kalangan mahasiswa. "Pengaduan tak harus dari pihak yang merasa dirugikan, tapi semua warga negara memiliki hak hukum mengadukan ke Dewan Pers," ucapnya.

Imam mengimbuhkan kebebasan publik mengkritik isi pemberitaan media menjadi bagian dari Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Sebelumnya, publik yang tak secara langsung berkaitan dengan sumber berita tak bisa mengajukan keberatan.

Pada era Orde Baru, kata dia, semua perusahaan media diwajibkan memiliki lisensi. Perusahaan tanpa lisensi dianggap ilegal. Ketika itu, media tidak bebas membuat berita karena diintervensi pemerintah dan berada di bawah bayang-bayang bredel. "Sehingga tak banyak media yang kritis," ujarnya.

Setelah reformasi, semua media mulai berani menulis apa saja, termasuk menyampaikan kritik keras terhadap pemerintah. Kebebasan itu dibarengi munculnya 1.687 media atau tumbuh 600 persen dari yang sebelumnya hanya 189 media.

Namun gegap gempita itu tak berumur panjang. Lambat laun media berguguran dan mengikuti seleksi alam. Pada 2000, tersisa 290 media massa yang memiliki kriteria sebagai perusahaan pers. "Dalam perkembangannya, ada media yang hanya muncul saat menjelang pilkada," katanya.

Dia mencontohkan, di Mojokerto, ada tiga media lokal yang dikelola sebuah keluarga. Mereka tidak melakukan kegiatan jurnalistik karena hanya menyalin isi dari situs berita. "Bukan pers, tapi peres (memeras). Ini mencederai kebebasan pers," tuturnya.

Dewan Pers, kata Imam, menemukan kecenderungan bahwa sejumlah media digunakan untuk memeras narasumber. Perilaku semacam ini sudah masuk kategori tindak pidana. Namun ada juga sebuah media lokal di Bondowoso yang awalnya dikelola preman sekarang berkembang menjadi media profesional. "Ada media tak berbadan hukum, tapi isinya bagus," ujarnya.

Sekretaris Jenderal AJI Indonesia Arfi Bambani Amri mengatakan organisasinya menyatakan perang terhadap media abal-abal. Faktor yang mendorong maraknya media abal-abal, kata dia, adalah situasi ekonomi. Padahal mereka tidak punya standar profesionalisme sebagai jurnalis. "Jangan menggadaikan independensi," katanya.

EKO WIDIANTO

Berita terkait

Dewan Pers Minta Wartawan yang Jadi Kontestan atau Tim Sukses di Pilkada 2024 Mundur

4 hari lalu

Dewan Pers Minta Wartawan yang Jadi Kontestan atau Tim Sukses di Pilkada 2024 Mundur

Insan media yang terlibat dalam kontestasi atau menjadi tim sukses pada Pilkada 2024 diminta mengundurkan diri sebagai wartawan

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Minta Kampus Taati Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

9 hari lalu

Dewan Pers Minta Kampus Taati Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

Sengketa jurnalistik pers mahasiswa kini ditangani oleh Dewan Pers. Kampus diminta taati kerja sama penguatan dan perlindungan pers mahasiswa.

Baca Selengkapnya

Perkuat Kredibilitas Media Digital, AMSI dan RSF Luncurkan Journalism Trust Initiative

10 hari lalu

Perkuat Kredibilitas Media Digital, AMSI dan RSF Luncurkan Journalism Trust Initiative

AMSI dan RSF meluncurkan program sertifikasi media bertajuk Journalism Trust Initiative di Indonesia untuk memperkuat kredibilitas media digital.

Baca Selengkapnya

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

24 hari lalu

Bahaya Sampah Plastik Hasil Mudik

Isu penanganan sampah kembali mencuat di tengah perayaan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriah. Sebagian di antaranya berupa sampah plastik.

Baca Selengkapnya

Kronologi Penganiayaan Jurnalis Sukandi Ali oleh Prajurit TNI AL di Halmahera Selatan

26 hari lalu

Kronologi Penganiayaan Jurnalis Sukandi Ali oleh Prajurit TNI AL di Halmahera Selatan

Baru-baru ini terjadi penganiayaan jurnalis Sukandi Ali oleh 3 prajurit TNI AL di Halmahera Selatan, Maluku Utara. Begini kejadiannya.

Baca Selengkapnya

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

31 hari lalu

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

34 hari lalu

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?

Baca Selengkapnya

Dewan Pers dan Kemendikbudristek Teken Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

34 hari lalu

Dewan Pers dan Kemendikbudristek Teken Perjanjian Penguatan dan Perlindungan Pers Mahasiswa

Dengan perjanjian kerja sama ini, semua sengketa pemberitaan pers mahasiswa akan ditangani seperti layaknya pers umum, yaitu melalui Dewan Pers.

Baca Selengkapnya

Tempo Sebut Bahlil Sebarkan Misinformasi Putusan Dewan Pers

35 hari lalu

Tempo Sebut Bahlil Sebarkan Misinformasi Putusan Dewan Pers

Dewan Pers menilai substansi liputan Tempo tentang permainan pencabutan Izin Usaha pertambangan (IUP) tak melanggar etik.

Baca Selengkapnya

Dewan Pers Ungkap Kronologi Penganiayaan Jurnalis oleh TNI AL: Dipukul hingga Dicambuk Selang

36 hari lalu

Dewan Pers Ungkap Kronologi Penganiayaan Jurnalis oleh TNI AL: Dipukul hingga Dicambuk Selang

Dewan Pers mengungkap motif penganiayaan oleh 3 anggota TNI AL itu. Korban dipaksa menandatangani 2 surat jika penganiayaan ingin dihentikan.

Baca Selengkapnya