Anak Nelayan Surati Jokowi Minta Ayahnya Dibebaskan dari Bui  

Reporter

Selasa, 17 Mei 2016 18:02 WIB

Surat anak nelayan di Brebes, Jawa Tengah, yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo agar orangtuanya dibebaskan dari tahanan di Sumatera Selatan. TEMPO/M Irsyam Faiz

TEMPO.CO, Brebes - Syahzada Arsa, 11 tahun, tak kuasa menahan air mata saat membacakan surat yang ditulisnya sendiri. Surat dengan tulisan tangan itu rencananya dikirim ke Istana Negara untuk Presiden Joko Widodo. Seusai mengikuti ujian nasional, siswa kelas VI SD Negeri 5 Sawojajar, Kecamatan Wanasari, ini pergi ke Kantor Pos Brebes untuk mengirim surat tersebut. “Kenapa abah saya ditangkap, ayah saya kan hanya cari ikan di laut. Kenapa polisi menangkap abah,” ucap anak berusia 11 tahun ini.

Dalam surat tersebut, Arsa mengungkapkan kesedihannya selama ditinggal oleh sang ayah, Makmur, 39 tahun. Dia mengaku tidak bisa berkonsentrasi saat mengerjakan soal-soal ujian nasional karena terus teringat ayahanda. “Saya sering melihat ibu menangis karena memikirkan ayah. Pak Jokowi tolong abah saya agar bisa bebas,” pintanya. Dia berharap, ayahnya bisa segera pulang dan berkumpul kembali dengan keluarga.

Ajeng Silmi, anak nelayan lainnya, Ginda Purnama, 40 tahun, juga mengungkapkan kerinduannya kepada sang ayah. Dalam surat yang ditulisnya di selembar kertas, dia menuturkan kepada Presiden Jokowi bahwa dirinya sudah hampir lima bulan tidak bertemu dengan ayahnya. Padahal sebelumnya setiap sebulan sekali ayahnya selalu pulang. “Biasanya kalau pulang kasih uang ke ibu, saya, dan adik. Uang itu untuk makan dan bayar sekolah. Sekarang sudah tidak kirim uang,” ujar Ajeng dengan mata berkaca-kaca.

Air mata Ajeng lalu tumpah ketika mengungkapkan kekesalannya kepada pihak penegak hukum di Palembang yang menangkap dan mengadili ayahnya. “Ayahku kan hanya menangkap ikan di laut. Sedangkan laut itu kan milik Allah, kenapa ayah ditangkap,” kata dia. “Kata ibu, ayah dipenjara 1 tahun 8 bulan. Lama sekali enggak ketemu bapak. Lebaran ini enggak bisa ketemu bapak. Terus katanya bapak didenda 2 miliar (Rp 2 miliar). Banyak sekali nolnya ada sembilan. Terus kapalnya juga mau dihancurin, kayak yang di TV-TV itu… Dibom di tengah laut. Kalau kapal hancur, terus nanti ayah kerja apa,” tulis Ajeng dengan nada polos.

Makmur dan Ginda merupakan dua dari 13 nelayan yang ditangkap dan dipenjara di Palembang, Sumatera Selatan, 4 Februari 2016. Mereka dianggap merusak alam karena menggunakan alat tangkap jenis pukat harimau. Mereka juga dianggap melanggar batas wilayah. Di pengadilan tingkat pertama di PN Palembang, ke-13 nelayan tersebut divonis 1 tahun 8 bulan penjara dan denda Rp 2 miliar.

Tak terima atas vonis tersebut, mereka mengajukan banding. Namun di Pengadilan Tinggi Sumatera Selatan banding mereka ditolak. Kini mereka sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). “Besok (hari ini), kasasi kami daftarkan ke MA,” kata Rudi Hartono, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Brebes, yang selama ini mendampingi nelayan.

MUHAMMAD IRSYAM FAIZ







Berita terkait

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

9 hari lalu

KJRI Kuching Minta Malaysia Bebaskan 8 Nelayan Natuna yang Ditangkap

KJRI mengatakan, APPM mengatakan 3 kapal nelayan Natuna ditangkap karena melaut di dalam perairan Malaysia sejauh 13 batu dari batas perairan.

Baca Selengkapnya

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

12 hari lalu

Tiga Kapal Nelayan Tradisional Indonesia Kembali Ditangkap Otoritas Malaysia

Tiga kapal nelayan Indonesia asal Natuna ditangkap oleh penjaga laut otoritas Malaysia. Dituding memasuki perairan Malaysia secara ilegal.

Baca Selengkapnya

Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih

12 hari lalu

Pantau Pemanfaatan Kuota BBL, KKP Manfaatkan Sistem Canggih

Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik yang memuat hulu-hilir pengelolaan pemanfaatan BBL.

Baca Selengkapnya

Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

16 hari lalu

Asal-usul Tradisi Lomban Setiap Bulan Syawal di Jepara

Tradisi Lomban setiap bulan Syawal di jepara telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.

Baca Selengkapnya

Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

17 hari lalu

Polisi Gagalkan Penyelundupan Sabu dari Malaysia, Pelaku yang Menyamar Nelayan Diupah Rp 10 Juta per Kg

Bareskrim Polri menangkap lima tersangka tindak pidana narkotika saat hendak menyeludupkan 19 kg sabu dari Malaysia melalui Aceh Timur.

Baca Selengkapnya

Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

23 hari lalu

Walhi dan Pokja Pesisir Kaltim: Teluk Balikpapan Rusak akibat Pembangunan IKN

Walhi dan Pokja Pesisir Kalimantan Timur sebut kerusakan Teluk Balikpapan salah satunya karena efek pembangunan IKN.

Baca Selengkapnya

Sejumlah Permasalahan Perikanan Jadi Sorotan dalam Hari Nelayan Nasional

27 hari lalu

Sejumlah Permasalahan Perikanan Jadi Sorotan dalam Hari Nelayan Nasional

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengungkap sejumlah permasalahan nelayan masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.

Baca Selengkapnya

Tidak Ditenggelamkan, Dua Kapal Illegal Fishing Diserahkan ke Nelayan Banyuwangi

35 hari lalu

Tidak Ditenggelamkan, Dua Kapal Illegal Fishing Diserahkan ke Nelayan Banyuwangi

Menteri KKP Wahyu Sakti Trenggono menyerahkan dua kapal illegal fishing ke nelayan di Banyuwangi, Jawa Timur.

Baca Selengkapnya

Kapal Tenggelam, Puluhan Pengungsi Rohingya Diselamatkan Nelayan Aceh dan Tim SAR

45 hari lalu

Kapal Tenggelam, Puluhan Pengungsi Rohingya Diselamatkan Nelayan Aceh dan Tim SAR

Nelayan Indonesia dan tim SAR pada Rabu 20 Maret 2024 berjuang menyelamatkan puluhan warga Rohingya setelah air pasang membalikkan kapal mereka

Baca Selengkapnya

Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

47 hari lalu

Eksploitasi Pekerja Sektor Perikanan Indonesia Masih Tinggi, Subsidi Nelayan Sulit

Pengusaha yang hanya mengejar keuntungan telah menyebabkan luasnya praktik kerja paksa, perdagangan manusia, dan perbudakan di sektor perikanan.

Baca Selengkapnya