Jimly Asshiddiqie berfoto bersama Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat di acara Syukuran 60 Tahun dan Peluncuran Buku Jimmly Asshiddiqie di Aula Gedung Mahkamah Konstitusi, Sabtu, 16 April 2016. TEMPO/ARIEF HIDAYAT
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Etik Mahkamah Konstitusi menjatuhkan hukuman ringan kepada Ketua MK Arief Hidayat. Ia dihukum karena diduga memberikan memo kepada mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Widyo Pramono.
Dewan Etik yang dipimpin Abdul Mukthie Fadjar dengan anggota Hatta Mustafa dan Muchammad Zaidun menyatakan Arief terbukti melanggar kode etik butir ke-8 soal kepantasan dan kesopanan sebagai hakim konstitusi. "Sanksinya teguran lisan," kata Abdul Mukthie saat dihubungi, Jumat, 29 April 2016.
Dengan tulisan tangan, Arief menulis selembar memo di atas kertas berkop Mahkamah Konstitusi sebagai katebelece kepada Jampidsus pada April 2015. Salah satu isinya, dia meminta Widyo seolah memberikan perlakuan khusus kepada jaksa di Kejaksaan Negeri Trenggalek, Muhammad Zainur Rochman. Arief menuliskan Zainur adalah salah satu kerabatnya.
Arief menitipkan memo dan amplop berisi penilaian karya ilmiah Widyo saat Zainur berkunjung ke gedung Mahkamah Konstitusi. Zainur kemudian mengirimkan memo dan amplop tersebut ke kantor Jaksa Agung Muda Pidana Khusus bersama dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono.
Menurut Abdul Mukthie, berdasarkan hasil pemeriksaan, Arief tak terbukti menyalahgunakan jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Putusan ini didasarkan pada pemeriksaan terhadap Arief, Widyo Pramono, Zainur Rochman, Bayu Dwi Anggono, dan pemeriksaan buku tamu Kejaksaan Agung.
Dewan hanya berkesimpulan Arief tak berhati-hati karena memo yang ditulisnya dapat ditafsirkan berbeda. "Hanya bisa sampai itu pemeriksaan Dewan Etik," ujar Mukthie.
Mukthie mengakui banyak kejanggalan dan belum tuntasnya pemeriksaan atas isu katebelece tersebut. Salah satunya perbedaan pendapat soal keberadaan memo.
Arief, Zainur, dan Bayu mengklaim memo tersebut telah diterima secara langsung oleh Widyo saat diantar ke kantor Jampidsus. Menurut Widyo, tak pernah ada memo dari Arief. Sedangkan penilaian karya ilmiah, menurut Widyo, diambil sopir pribadi langsung ke rumah dinas Arief.
Ketika isu ini mulai mencuat, Widyo membantah menerima memo dari Arief tentang seorang jaksa. Ia hanya mengakui kedekatan dengan Arief sejak sama-sama bertugas di Jawa Tengah. Ia juga menilai katebelece tersebut salah alamat karena dirinya tak memiliki kewenangan memberikan promosi atau mutasi kepada seorang jaksa. "Saya kira tak ada kaitannya dengan saya," tutur Widyo.
Pada kesempatan berbeda, Ketua MK Arief Hidayat membantah telah menitipkan seorang kerabat yang berprofesi sebagai jaksa kepada Widyo. Ia juga enggan menanggapi isu katabelece tersebut dengan alibi hanya membuat gaduh negara. "Saya tak pernah memakai nama saya untuk kepentingan seperti itu," ucap Arief, 19 Januari lalu.
Dugaan katebelece Ketua MK pertama kali ditulis Tempo berdasarkan informasi yang masuk ke WhatsApp Pusat Peliputan Tempo di nomor 0811-936-687. Berdasarkan informasi tersebut, Tempo melakukan penelusuran.