Keluarga Bayu Oktavianto menyaksikan berita ditelevisi terkait warga negara Indonesia (WNI) yang disandera di Miliran, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, 29 Maret 2016. Bayu Oktavianto merupakan satu dari sepuluh awak kapal yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Jenderal Badrodin Haiti mengatakan permintaan uang tebusan dari kelompok Abu Sayyaf yang menyandera warga negara Indonesia merupakan tanggung jawab perusahaan. Menurut dia, Polri tidak akan menangani masalah tebusan.
"Kami tidak bisa. Saya kira kami tidak masuk dari situ. Itu (urusan uang tebusan) serahkan saja kepada pihak perusahaan," kata Badrodin di Balai Kartini, Jakarta, Rabu, 30 Maret 2016. Menurut dia, tanggung jawab Kepolisian adalah bagaimana menyelamatkan sandera dari tangan kelompok itu.
Hingga kini, kata Badrodin, pihaknya masih menunggu hasil koordinasi dengan otoritas Filipina apakah aparat Indonesia diperbolehkan masuk ke wilayah itu untuk membebaskan sandera. "Itu kan wilayah orang, kami tidak punya kewenangan apa-apa di negara lain. Jadi perlu koordinasi," ujarnya.
Badrodin mengatakan Polri juga sudah berkoordinasi dengan TNI untuk menyiapkan pasukan seandainya diizinkan masuk ke wilayah itu untuk membebaskan sandera. Menurut dia, Polri dan TNI sudah sepakat bahwa pasukan TNI yang akan masuk ke wilayah Filipina. "Sudah ada kesepakatan dengan TNI. TNI yang akan menangani di luar wilayah Indonesia dan yang di wilayah kita juga," tuturnya.
Kepala Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin, Takwin Masuku, mengatakan semua awak kapal tugboat Brahma 12 berkewarganegaraan Indonesia. PT Patria Maritime Lines diketahui sebagai operator kapal. Seorang staf kantor cabang PT Patria Maritime Lines di Banjarmasin, Herry Lahabu, mengakui awak kapal tugboat Brahma 12 sempat diculik di perairan Filipina.