Jika Gubernur Bali Menantang Debat Soal Reklamasi Benoa
Editor
Kodrat setiawan
Minggu, 27 Maret 2016 16:37 WIB
TEMPO.CO, Denpasar - Minggu pagi, 27 Maret 2016, mestinya jadi hari santai di Lapangan Puputan Niti Mandala Renon, Denpasar. Tapi di salah-satu sudut pusat aktivitas warga itu justru situasinya terasa menegangkan. Persisnya di ajang Podium Bali Bebas Bicara Apa Saja (PB3AS).
Maklum saja, di tempat itu hadir dua kubu yang berbeda dalam mensikapi masalah reklamasi Teluk Benoa. Sehari sebelumnya, Gubernur Bali I Made Mangku Pastika yang berada dalam posisi mendukung reklamasi Teluk Benoa dalam proyek PT Tirta Wisata Bahari Internasional (TWBI) itu membuat tantangan terbuka untuk memperdebatkan masalah itu. “Saya sengaja memakai kata itu agar orang mau datang ke sini,” kata Pastika dalam acara yang dihadiri ratusan peserta itu.
Gayung pun bersambut. Setidaknya anggota DPR RI Nyoman Dhamantra dan DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarma yang sudah lama ikut menyuarakan penolakan ikut unjuk bicara. Dhamantra menegaskan, penolakan rakyat Bali tak bisa dibiarkan. Faktor niskala menjadi alasan utama gerakan penolakan revitalisasi Kawasan Teluk Benoa. "Kalau dari segi sekala seperti kajian AMDAL memang masih bisa diperdebatkan. Tapi yang menjadi dasar penolakan kami lebih ke faktor niskala," ujar Dhamantra seraya menyebut ada 31 pura di Kawasan Teluk Benoa yang perlu dijaga kesuciannya.
Lebih dari itu, kata Dhamantra, Bhisama PHDI sudah jelas melarang kegiatan pengurugan laut, danau dan campuhan.
Anggota DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna menegaskan, dia ingin Gubernur Bali bisa soft landing mengakhiri masa jabatan setelah 10 tahun memimpin Bali. Dia berharap, Pastika tidak menjadi figur yang dimusuhi oleh orang Bali. “Kita sudah menyaksikan ada Gubernur dan pejabat yang di-kasepekang (diasingkan) oleh warganya. Kita tidka ingin itu terjdi,” ujarnya.
Wedakarna yakin, masalah reklamasi sudah menjadi urusan elite di mana Presiden Jokowi sebenarnya sudah ingin membatalkan Perpres nomor 51 tahun 2014 yang mengubah Teluk Benoa dari kawasan konservasi menjadi budi daya. “Beliau sedang mencari momen yang tepat karena saat ini masih disandera oleh partainya,” ujarnya.
Bila tak dicabut, dia mengancaman akan mengempiskan dukungan rakyat Bali di Pilpres dari 72 persen menjadi 27 persen.
Pelaku pariwisata Jro Mangku Suweca menyatakan, reklamasi Teluk Benoa akan memperparah keaadan kawasan Bali selatan yang sudah sangat padat. Gubernur diminta untuk lebih memajukan pariwisata kerakyatan sehingga ada keseimbangan antara Bali Selatan dan kawasan lain. Apalagi disebut-sebut, kawasan wisata hasil reklamasi nantinya akan menyedot 200 ribu tenaga kerja. “Itu darimana pak, semua akan tersedot ke sana, belum lagi orang luar akan berdatangan,” ujarnya.
Kubu pendukung reklamasi yang menggunakan istilah revitalisasi juga bersikeras bahwa proyek itu dibutuhkan oleh Bali. Menurut warga Tanjung Benoa Wayan Ranten, kondisi kawasan itu sangat memprihatinkan. “Saat air surut, kita dapat melihat bagaimana kotornya kawasan itu. Banyak sampah, bangkai binatang hingga pembalut wanita. Apa itu yang disebut suci,” ujarnya dengan nada tanya.
Sementara itu Pastika membantah, kurang memperhatikan keseimbangan Bali. “Saya ini orang Singaraja, saya tahu apa yang terjadi di sana,” ujarnya. Karena alasan itu bantuan terbesar diberikan kepada daerah yang selama ini pariwisatanya belum berkembang seperti Buleleng, Klungkung, Karangasem , Jembrana dan Bangli.
Di sisi lain, dia mengajak semuanya berpikir dengan kebutuhan lapangan kerja dimana setiap tahunnya ada puluhan ribu tamatan sarjana, diploma, SMA dan SMK yang membutuhkan pekerjaaan.
Panggung terbuka berakhir tanpa kesimpulan. Pastika menjanjikan akan mengundang semua tokoh untuk berdiskusi kembali. “Saya ingin ada keterbukaan di antara kita,” ujarnya. PB3AS sendiri sebenarnya adalah acara rutin yang digelr tiap hari Minggu di mana semua orang diberi kesempatan untuk bebas berbicara mengenai masalah-masalah yang ada di masyarakat.
ROFIQI HASAN