Tiga Opsi Penyelesaian Pelanggaran Berat HAM  

Reporter

Editor

Agung Sedayu

Jumat, 18 Maret 2016 05:14 WIB

Ketua Komnas HAM Nur Kholis (kiri) bersama Kepala Perwakilan Badan PBB untuk urusan pengungsi UNHCR di Indonesia Thomas Vargas, usai menandatangani nota kesepahaman di Kantor Komnas HAM, Jakarta, 28 Juli 2015. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Nur Kholis mengatakan belum menemukan titik temu dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat bersama Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. Nurkholis menyebutkan pembahasan tersebut masih akan berlanjut hingga beberapa waktu ke depan.

"Kami akan matangkan konsep atau review konsep penyelesaian yang sudah berjalan selama ini. Selain itu, akan ada pertemuan lagi dengan Kejaksaan Agung untuk pembahasan kelengkapan berkas," kata Nurkholis kepada Tempo, Kamis, 17 Maret 2016.

Komnas HAM menawarkan tiga opsi untuk penyelesaian HAM berat tersebut. Pertama, segala bentuk pelanggaran HAM, baik yang sudah maupun yang belum diselidiki, harus diselesaikan dengan rekonsiliasi.

"Penyelesaian akan dilakukan secara menyeluruh, termasuk menginventarisasi data untuk mengetahui peristiwa sebenarnya. Bisa jadi ada lebih banyak pelanggaran yang belum terungkap," ujarnya.

Kemudian, Komnas HAM juga menawarkan rekonsiliasi, tapi terbatas pada enam pelanggaran berat. Di antaranya tragedi 1965, kasus penembakan misterius (Petrus) 1982-1985, kasus penghilangan aktivis pada 1997-1998, tragedi Trisakti pada 1998, kasus Talangsari 1989, dan pelanggaran HAM di Timor-Timur.

"Pelanggaran HAM berat yang akan diselesaikan adalah pelanggaran yang dilakukan sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia," tutur Nurkholis.

Ketiga, Komnas HAM menyarankan rekonsiliasi dipilih dari enam kasus tersebut. Dari keenam pelanggaran tersebut, dipilah mana yang sudah dapat dibawa ke pengadilan atau yang sudah patut direkonsiliasi.

Menurut Nur Kholis, rekonsiliasi merupakan cara yang paling penting untuk mengungkapkan peristiwa yang sebenarnya terjadi di masa lalu. Sejauh ini, Nur Kholis menilai, sudah ada perkembangan yang dilakukan pemerintah untuk mengungkap pelanggaran HAM berat tersebut.

"Intinya sudah semakin mengerucut. Apapun cara yang dipilih, ini memerlukan kerja yang panjang," kata Nur Kholis.

Rencananya, pembahasan dilanjutkan pada 2 Mei. Nurkholis menyebutkan, dalam pertemuan selanjutnya, kedua belah pihak akan membahas solusi dari pelanggaran HAM berat itu. "Pertemuan belum selesai. Masih ada tindak lanjut lagi," ucapnya.





LARISSA HUDA

Berita terkait

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

10 jam lalu

Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik

Kemenkumham mengklaim Indonesia telah menerapkan toleransi dan kebebasan beragama dengan baik.

Baca Selengkapnya

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

13 hari lalu

Aktivis HAM Myanmar Dicalonkan Nobel Perdamaian 2024: Penghargaan Ini Tidak Sempurna

Maung Zarni, aktivis hak asasi manusia dan pakar genosida asal Myanmar, dinominasikan Hadiah Nobel Perdamaian 2024, oleh penerima Nobel tahun 1976

Baca Selengkapnya

Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober

18 hari lalu

Israel Diduga Menghalang-halangi Investigasi Pelanggaran HAM dalam Serangan 7 Oktober

Komisi penyelidikan independen terhadap pelanggaran HAM di Israel dan Palestina menuding Israel menghalangi penyelidikan terhadap serangan 7 Oktober oleh Hamas.

Baca Selengkapnya

MK Serukan Dukungan untuk Palestina di Forum Dunia

45 hari lalu

MK Serukan Dukungan untuk Palestina di Forum Dunia

MK RI menyerukan dukungan untuk Palestina dalam forum pertemuan Biro World Conference on Constitutional Justice atau WCCJ ke-21 di Venice, Italia.

Baca Selengkapnya

Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

50 hari lalu

Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan dugaan intervensi Jokowi di Pilpres 2024 dalam sidang di Jenewa, Swiss.

Baca Selengkapnya

KontraS Kritik Respons Pemerintah Soal Pemilu dan HAM di ICCPR Jenewa

51 hari lalu

KontraS Kritik Respons Pemerintah Soal Pemilu dan HAM di ICCPR Jenewa

KontraS menyayangkan respons delegasi Indonesia terhadap berbagai kritik dan pertanyaan dari ICCPR.

Baca Selengkapnya

International Women's Day, Perempuan Indonesia Bicara Carut-Marut Rezim Jokowi: Tuntut Penegakan Demokrasi

56 hari lalu

International Women's Day, Perempuan Indonesia Bicara Carut-Marut Rezim Jokowi: Tuntut Penegakan Demokrasi

Aliansi Perempuan Indonesia menuntut penegakan demokrasi dan supremasi hukum

Baca Selengkapnya

Kini Siap Kerja Sama, Mengapa AS Dulu Mencekal Prabowo?

58 hari lalu

Kini Siap Kerja Sama, Mengapa AS Dulu Mencekal Prabowo?

Prabowo Subianto punya hubungan kurang harmonis dengan Amerika Serikat (AS). Dia pernah masuk dalam daftar hitam selama 20 tahun.

Baca Selengkapnya

Andri Alapas Terpilih sebagai Direktur LBH Pekanbaru 2024-2028, Ketua YLBHI: Persoalan Demokrasi Tantangan ke Depan

29 Februari 2024

Andri Alapas Terpilih sebagai Direktur LBH Pekanbaru 2024-2028, Ketua YLBHI: Persoalan Demokrasi Tantangan ke Depan

Andri Alapas terpilih sebagai Direktur LBH Pekanbaru Periode 2024-2028 pada Kamis, 29 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Sederet Intimidasi terhadap Mereka yang Gaungkan Pemakzulan Jokowi

25 Februari 2024

Sederet Intimidasi terhadap Mereka yang Gaungkan Pemakzulan Jokowi

Bagaimana intimidasi dan kekerasan terjadi kepada para pihak yang menggaungkan pemakzulan presiden.

Baca Selengkapnya