Arakan Ogoh-ogoh di Candi Prambanan Protes Illegal Loging
Editor
Raihul Fadjri
Rabu, 9 Maret 2016 16:45 WIB
TEMPO.CO, Klaten - Sebelum Hari Raya Nyepi pada Rabu, 9 Maret 2016, sekitar 15 ribu warga Hindu menggelar prosesi Tawur Agung Sasih Kesanga di Candi Prambanan, Selasa, 8 Maret 2016. Pada prosesi itu, diusung ogoh-ogoh berbentuk raksasa berperut buncit yang mengenakan celemek, dasi merah, celana pendek, dan sepatu bot berdiri di atas batang pohon bekas ditebang. Mata putihnya melotot. Mulutnya menyeringai, menyembulkan deretan gigi tajam. Dua tangannya memegang gergaji mesin.
Dilihat dari kejauhan, saat diarak puluhan warga Hindu di pelataran Candi Prambanan di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, patung raksasa itu seolah hendak menggergaji puncak Candi Trimurti (Candi Siwa, Wisnu, dan Brahma). Ogoh-ogoh atau patung yang menggambarkan kepribadian Bhuta Kala setinggi hampir 4 meter itu bertema "Stop Illegal Logging.
Sepanjang prosesi pengarakan, pembawa acara mengatakan ogoh-ogoh persembahan dari Pasraman Padma Bhuana Saraswati, Kota Yogyakarta, itu melambangkan pelaku penebangan dan pembakar hutan yang merupakan salah satu musuh utama bangsa Indonesia. “Raksasa ini menggambarkan sifat keangkaramurkaan manusia yang tidak pernah berdamai dengan jagat raya, selalu ingin menguasai, menaklukkan, dan menghabisi hutan,” kata pembawa acara itu.
Wakil Ketua Panitia Tawur Agung Candi Prambanan Suparman menuturkan manusia seharusnya hidup selaras dan serasi dengan alam untuk mewujudkan Jagaditha (kesejahteraan, keselarasan, dan kedamaian di dunia). “Ogoh-ogoh 'Stop Illegal Logging' itu juga melambangkan tekad generasi muda Hindu melawan sifat rakus, seperti penebangan dan pembakaran hutan yang tidak memperhatikan dampaknya terhadap kerusakan lingkungan,” ucap Suparman.
Di candi yang terletak di perbatasan Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dengan Kabupaten Slemen, Daerah Istimewa Yogyakarta, tersebut, umat Hindu juga dihibur pementasan tari Ramayana, jatilan, gamelan ganjur, dan tari tradisional dari sejumlah daerah.
Dalam pidato sambutannya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan perayaan Nyepi menjadi momentum umat Hindu mengevaluasi diri melalui Catur Bratha: amati geni (menahan amarah dan hawa nafsu), amati lelungan (tidak bepergian), amati lelanguan (tidak berfoya-foya), dan amati karya (tidak bekerja). “Kita memang perlu momentum untuk introspeksi, mawas diri, dan merenungi hakikat sebagai manusia serta apa yang sudah kita lakukan sebagai manusia,” tutur Menteri Lukman.
DINDA LEO LISTY