Patung Primitif Asmat Kini Dilengkapi Bentuk Sepeda Motor

Reporter

Editor

Raihul Fadjri

Selasa, 23 Februari 2016 23:02 WIB

Perajin Maryono (36) saat melakukan finishing pada kerajinan patung dari tanah liat di Putri Duyung Showroom, Kasongan, Bantul, Yogyakarta, Selasa (29/5). ANTARA/Regina Safri

TEMPO.CO, Yogyakarta - Kerajinan patung bergaya patung Asmat berukuran kecil dipajang berderet di etalase rumah produksi “Bayu Handicraft” di sentra kerajinan patung primitif di Dusun Pucung, Pendowoharjo, Kecamatan Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jangan bayangkan patung itu masih berbentuk patung Asmat di Papua yang berbau mistis. Patung di rumah produksi milik Purnomo ini bercorak modern. Ada yang sedang mengenderai sepeda motor, ada pula yang menyandang gitar.

Rumah produksi milik Purnomo adalah satu dari tiga usaha kerajinan patung bergaya primitif yang masih bertahan. "Kerajinan patung primitif makin habis," kata Nurbani Hadisihono, pengrajin yang memulai usaha patung primitif di Dusun Pucung, kemarin.

Padahal, ujar Nurbani, sebelumnya ada 40 perajin. Satu perajin mempekerjakan puluhan hingga ratusan pekerja. Nurbani, misalnya, dahulu mempekerjakan 150 orang. Omzet perajin rata-rata waktu itu Rp 75 juta per bulan. Mereka bahkan kewalahan memenuhi pesanan dari Eropa, Amerika Latin, dan Australia.

Purnomo mengawali produksi patung primitif pada 1990-an. Saat itu seorang pengusaha mebel, Ambar Polah, memberi contoh patung primitif kepada penduduk Pucung. Ambar Polah mendorong penduduk memproduksinya. Dusun Pucung pun kondang sebagai desa kerajinan patung primitif dengan puluhan usaha kerajinan. Pasar ekspor pun terbuka. Purnomo, misalnya, tiap dua bulan terima pesanan dari Eropa, dan Australia. Dia mengekspor 7000 hingga 10 ribu patung primitif yang dibandrol Rp 12 ribu hingga Rp 500 ribu per patung.

Menurut Purnomo, ekspor patung primitif mulai tersendat pasca-bom Bali. Krisis keuangan global juga dia tuding membuat ekspor patung merosot. Kapasitas produksi pun dikurangi. Dia hanya melayani permintaan tiap tiga bulan sekali. "Saya sekarang mengandalkan pasar ekspor Timur Tengah dan Argentina," kata Purnomo.

Perajin yang gulung tikar beralih menjadi perajin mebel, fiber, bahkan buruh. Adapun Nurbani pindah usaha karena terus merugi. Kini, dia mengolah limbah kayu menjadi kerajinan fungsional, di antaranya tempat buah, kursi, meja, dan rak buku. "Sentra kerajinan patung primitif dibikin dengan usaha keras. Kini nyaris runtuh dan tidak ada perhatian dari pemerintah," kata Nurbani.

SHINTA MAHARANI

Berita terkait

Mengenal Kain Tenun Bima, Ada Tembe Mee yang Dipercaya Bisa untuk Pengobatan Penyakit Kulit

7 hari lalu

Mengenal Kain Tenun Bima, Ada Tembe Mee yang Dipercaya Bisa untuk Pengobatan Penyakit Kulit

Kain tenun Bima yang sudah ada sejak sebelum Islam masuk ke Bima ini memiliki ciri khas, misalnya warna hitam pada tenun Donggo.

Baca Selengkapnya

Cerita dari Kampung Arab Kini

13 hari lalu

Cerita dari Kampung Arab Kini

Kampung Arab di Pekojan, Jakarta Pusat, makin redup. Warga keturunan Arab di sana pindah ke wilayah lain, terutama ke Condet, Jakarta Timur.

Baca Selengkapnya

PNM Sukses Berdayakan Nasabah Hingga Mengekspor Produknya

16 hari lalu

PNM Sukses Berdayakan Nasabah Hingga Mengekspor Produknya

Nasabah PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Unit Cempaka Banjarmasin, Salasiah, berhasil mengolah rumput purun menjadi berbagai produk yang fungsional seperti tikar, topi, dompet dan tas sebagai produk andalan.

Baca Selengkapnya

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

16 hari lalu

Begini Antusiasme Ribuan Warga Ikuti Open House Sultan Hamengku Buwono X

Sekda DIY Beny Suharsono menyatakan open house Syawalan digelar Sultan HB X ini yang pertama kali diselenggarakan setelah 4 tahun absen gegara pandemi

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

53 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

57 hari lalu

DI Yogyakarta Berulang Tahun ke-269, Tiga Lokasi Makam Pendiri Mataram Jadi Pusat Ziarah

Tiga makam yang disambangi merupakan tempat disemayamkannya raja-raja Keraton Yogyakarta, para adipati Puro Pakualaman, serta leluhur Kerajaan Mataram

Baca Selengkapnya

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

4 Maret 2024

Ketua Komisi A DPRD DIY: Tidak Boleh Sweeping Rumah Makan Saat Ramadan

Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menegaskan tidak boleh ada sweeping rumah makan saat Ramadan. Begini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Berawal Iseng jadi Rezeki, Desainer Kerajinan Perhiasan Bunga Kering Ini Raup Omzet Rp 800 Juta

4 Maret 2024

Berawal Iseng jadi Rezeki, Desainer Kerajinan Perhiasan Bunga Kering Ini Raup Omzet Rp 800 Juta

Berawal dari kecintaannya dengan bunga, desainer kerajinan ini membuat perhiasan dari bunga kering dan akhirnya bisa meraup omzet hingga ratusan juta.

Baca Selengkapnya

Pameran Kerajinan Jiffina 2024 di Yogyakarta Digelar Empat Hari, Tebar Hadiah Voucher Hotel

3 Maret 2024

Pameran Kerajinan Jiffina 2024 di Yogyakarta Digelar Empat Hari, Tebar Hadiah Voucher Hotel

Event pameran kerajinan dan furniture internasional atau Jogja International Furniture & Craft Fair atau Jiffina kembali digelar di Jogja Expo Center (JEC) Yogyakarta 2-5 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Buka Inacraft 2024, Teten Sebut RI Punya Pangsa Pasar 1,25 Persen dalam Industri Kerajinan di Dunia

28 Februari 2024

Buka Inacraft 2024, Teten Sebut RI Punya Pangsa Pasar 1,25 Persen dalam Industri Kerajinan di Dunia

Menkop UKM, Teten Masduki, memproyeksikan pangsa pasar RI dalam industri kerajinan dapat terus meningkat.

Baca Selengkapnya