Bekas Pimpinan KPK Ungkap Materi Revisi UU KPK Tak Konsisten

Reporter

Editor

Elik Susanto

Senin, 22 Februari 2016 20:13 WIB

Chandra M. Hamzah. TEMPO/Praga Utama

TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah mengatakan rancangan revisi Undang-Undang KPK tidak konsisten. Contohnya dalam draf revisi UU KPK penyadapan menjadi salah satu poin revisi. KPK harus mendapatkan izin dari Dewan Pengawas jika ingin menyadap.

Menurut Chandra, kewenangan menyadap tak hanya dimiliki oleh KPK. Ada instansi lain seperti Kejaksaan, Kepolisian, serta Badan Intelijen Negara (BIN) yang juga memiliki kewenangan yang sama. "Mengapa hanya KPK yang diatur? Bagaimana dengan instansi lainnya?. Di sini ketidakkonsistenan dalam draft itu," kata Chandra sebuah diskusi di Daniel S. Lev Law Library, Jakarta Selatan, Selasa, 22 Februari 2016.

Chandra menjelaskan, pemerintah seharusnya menjalankan putusan Mahkamah Konstitusi. "MK mengamanatkan perlu ada undang-undang sendiri yang mengatur penyadapan untuk semua institansi," katanya sembari menambahkan bahwa penyadapan yang dilakukan KPK selama ini sudah sah. Mahkamah Konstitusi telah menyatakan penyadapan yang dilakukan KPK tidak melanggar hukum.

Selain penyadapan, materi revisi yang tidak konsisten, yaitu KPK harus meminta izin penyitaan kepada Dewan Pengawas. Menurut Chandra, kewenangan menyita hanya dimiliki oleh penyidik dan penuntut umum. "Dewan Pengawas ini siapa? Penyidik atau Penuntut Umum?" katanya. "Kewenangan Dewan Pengawas memberikan izin penyadapan juga aneh."

Poin lain dalam revisi ialah pengangkatan penyidik dan penyelidik independen oleh KPK. Syaratnya, calon independen harus berpengalaman selama dua tahun menjadi penyidik atau penyelidik. Dengan syarat seperti itu, Chandra menilai KPK tak akan pernah bisa memilih penyidik dan penyelidik sendiri. "Seperti ingin mendaftar jadi Presiden tapi harus pengalaman dulu jadi Presiden selama dua tahun," katanya.

Chandra mengatakan bukan sekarang saatnya merevisi UU KPK. Menurut dia yang lebih perlu diubah bukan UU KPK tapi Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. "Hukum materialnya perlu diperbaiki dahulu sebelum hukum formilnya," katanya.

Chandra mengatakan, Indonesia perlu membenahi criminal justice system yang dinilai keluar jalur. Peran masing-masing penegak hukum juga harus diperjelas dan disesuaikan dengan sistem tersebut.

Dibandingkan merevisi UU KPK, Chandra menawarkan solusi pemerintah membuat PP (Peraturan Pemerintah) yang mengatur secara lebih rinci mekanisme kerja antara KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan tanpa melanggar UU. Chandra menegaskan mengubah undang-undang tak mudah.

VINDRY FLORENTIN

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

12 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

14 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

22 jam lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya